GKJ Balapulang

GKJ Balapulang
Tahun 2010

Rahasia Untuk Terlepas Dari Belenggu Masalah

Filed under: by: MAS NARNA


Oleh : Sunarna

“Akan tetapi terjadilah gempa bumi yang hebat, sehingga sendi-sendi penjara itu goyah; dan seketika itu juga terbukalah semua pintu dan terlepaslah belenggu mereka semua ” ( Kisah Para Rasul 16:26 )

Filipi, suatu kota di daerah Makedonia, merupakan salah satu tujuan Rasul Paulus dan rekannya Silas dalam pelayanan misi mereka. Seperti halnya di tempat lain, di kota ini Paulus juga mendapat tentangan dari orang-orang yang tidak suka akan pemberitaan injil. Bahkan mereka ditangkap dan didera, kemudian dimasukkan ke dalam penjara.
“Setelah mereka berkali-kali didera, mereka dilemparkan ke dalam penjara. Kepala penjara diperintahkan untuk menjaga mereka dengan sungguh-sungguh. Sesuai dengan perintah itu, kepala penjara memasukkan mereka ke ruang penjara yang paling tengah dan membelenggu kaki mereka dalam pasungan yang kuat.” Kis 16:23-24tesy
of PelitaHidup.com
Keadaan ini tidak mempengaruhi semangat Paulus dalam mengikut Yesus ataupun memberitakan injil.
Bahkan kita akan melihat bahwa belenggu maupun penjara tidak dapat membungkam dan menghalangi pelayanan mereka.Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali belenggu dosa maupun masalah yang mengikat kehidupan kita. Bahkan hidup kita seperti terpenjara, sehingga kita merasa bahwa kita tidak sanggup lagi berbuat apa-apa. Pengharapan hilang ditelan oleh keadaan maupun kondisi yang dialami.
Pekerjaan yang tidak menentu, orang-orang di sekeliling yang membenci kita, keuangan yang selalu berkekurangan, rumah tangga maupun keluarga yang selalu bermasalah, teman pelayanan yang juga selalu bertentangan dengan kita; semuanya itu yang selalu kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Tetapi keadaan ataupun masalah yang terjadi tidak boleh menghalangi kita untuk tetap setia di dalam Tuhan. Jangan sampai kondisi tersebut justru membelenggu bahkan memenjarakan hidup kita sehingga kita tidak dapat berbuat maksimal bagi kemuliaan nama Tuhan.

Berikut rahasia dari Rasul Paulus sehingga dia dapat terlepas dari belenggu dan penjara:

1. Doa dan Puji-pujian

“Tetapi kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman lain mendengarkan mereka.” Kis 16:25
Penjara tidak membuat Paulus dan Silas bersedih, muram, menangis, putus asa ataupun stres.Tetapi mereka justru menaikkan doa dan puji-pujian kepada Allah. Dipenjara ataupun tidak, tidak menjadi alasan bagi Paulus untuk berhenti berdoa atau memuji Tuhan. Dalam segala keadaan dia tetapi bersyukur kepada Allah, baik dalam keadaan senang maupun susah.
Puji-pujian yang dinaikkan akan membawa kekuatan bagi hidup kita. Terlebih lagi jika kita berada dalam suatu masalah. Ada kuasa di dalam puji-pujian. Tuhan bertahta di atas puji-pujian kita (Maz 22:4).Bahkan lewat doa dan puji-pujian, kita akan terlepas dari belenggu dan penjara yang mengurung hidup kita.
“Akan tetapi terjadilah gempa bumi yang hebat, sehingga sendi-sendi penjara itu goyah; dan seketika itu juga terbukalah semua pintu dan terlepaslah belenggu mereka semua. ” Kis 16:26
.
2. Mempererat Hubungan dengan Tuhan
“Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati.” Fil 3:10-11
Penderitaan yang dialami Paulus tidak membuat dirinya berhenti untuk mengenal Tuhan. Setiap derita dan aniaya yang dialaminya membuat Paulus lebih mengenal Allahnya. Paulus tahu bahwa pengenalan akan Tuhan merupakan suatu hal yang melebihi segalanya. Dan pengenalan akan Tuhan merupakan suatu harta yang begitu berharga yang jauh lebih bernilai dibandingkan segala apapun yang ada di dunia ini.
Oleh sebab itu, penjara tidak membuat Paulus bersedih, karena dia tahu bahwa dia memiliki sesuatu yang sangat berharga dalam dirinya. Dan Paulus tidak mau melepaskan hal itu, bahkan dia ingin lebih lagi mengenal Kristus agar dia dapat memperoleh mahkota yang sudah disiapkan baginya.
Masalah maupun pencobaan diijinkan Tuhan bagi hidup kita agar kita dapat lebih mengenal dan mendekat kepada Tuhan. Sakit penyakit, kebangkrutan, kegagalan dan bahkan pergumulan bertahun-tahun terjadi dalam hidup kita agar kita dapat lebih lagi mempererat hubungan kita dengan Tuhan.
Ketika kita semakin intim lagi dengan Dia, maka tidak ada yang dapat menghalangi dan membelenggu semangat hidup kita, oleh karena sesuatu yang berharga telah menjadi bagian dalam hidup kita. Dan kita tahu pasti bahwa setiap janjiNya akan digenapi dalam hidup kita.
“Siapa gerangan ada padaku di sorga selain Engkau? Selain Engkau tidak ada yang kuingini di bumi. Sekalipun dagingku dan hatiku habis lenyap, gunung batuku dan bagianku tetaplah Allah selama-lamanya. ” Maz 73:25-26
.
3. Berpikir Positif

“Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu.” Fil 4:8
Aniaya dan penjara bisa saja membuat Paulus merasa putus asa. Dia bisa saja kecewa dan protes kepada Tuhan. Dan sebagai manusia, dia juga bisa saja mengeluh dan bersungut-sungut. Tetapi yang kita lihat justru segala sesuatu yang positif keluar dari mulutnya. Dia tahu bahwa pikiran yang positif akan membawa dia kepada kemenangan.
Ketika bangsa Israel berada di padang gurun untuk menuju ke tanah perjanjian, banyak dari mereka yang bersungut-sungut atas keadaan yang mereka alami. Sebagian dari bangsa Israel yang bersungut-sungut ini tidak dapat masuk ke dalam tanah perjanjian (Bil 14:27-30).
Ketika kita berpikiran negatif, menggerutu, mengomel dan mengeluh, maka kita sedang melepaskan berkat yang sebenarnya sudah menjadi bagian kita. Marilah kita senantiasa berpikiran positif dalam keadaan seburuk apapun yang kita alami. Dengan demikian maka berkat Tuhan akan mengalir bagi kita. Masalah maupun pencobaan apapun tidak dapat membelenggu hidup kita yang senantiasa berpikiran positif. Kita akan terus melangkah maju meraih kemenangan demi kemenangan.
.
“Dan apa yang telah kamu pelajari dan apa yang telah kamu terima, dan apa yang telah kamu dengar dan apa yang telah kamu lihat padaku, lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.” Fil 4:9

Rasul Paulus memberikan teladan yang begitu berharga bagi kita semua. Dia melakukan segala kehendak Bapa di surga dalam setiap langkah hidupnya. Penjara dan aniaya tidak dapat membelenggu hidupnya. Bahkan ketika dia tetap menjaga hidupnya murni di hadapan Tuhan, nama Tuhan semakin dimuliakan.
Demikian juga kita sebagai umat Tuhan, kita harus tetap menjaga hati kita di hadapan Tuhan. Ketiga rahasia di atas akan membawa kita untuk terlepas dari masalah apapun yang membelenggu kehidupan kita. Haleluya!

Foto Kegiatan Penghijauan

Filed under: by: MAS NARNA


Kegiatan Penghijauan dalam rangka menyambut PASKAH 2009 bersama warga dukuh makmur.

Sekilas GKJ Slawi

Filed under: by: MAS NARNA




GKJ SLAWI SELAYANG PANDANG

Oleh : CK. Kartono

Tumbuh-kembangnya Gereja Kristen Jawa Slawi tak terlepas dari kisaran sejarah Gereja Kristen Jawa Tegal, merupakan induk dari seluruh proses berkembangnya jemaat / gereja-gereja kristen di seluruh wilayah Kabupaten Tegal, Kabupaten Pemalang, Kota Tegal serta Kabupaten Brebes. Ketika tahun 1950 jemaat-jemaat bekas Zending Salatiga diwilayah Jawa Tengah bagian Utara dan Jawa Tengah Bagian Selatan bergabung dalam satu Sinode, yaitu Sinode Jawa Tengah Untuk jemaat-jemaat Tegal, Pemalang dan Moga tergabung dalam Klasis Banyumas Utara yang berkedudukan di Purwokerto. Gereja-gereja ini menjadi cikal bakal berdirinya Klasis Tegal dan dalam perkembangsn lebih lanjut, setelah jemaat-jemaat yang tergabung dalam wadah Gereja-gereja Kristen Jawa di wilayah Jakarta berkembang begitu cepat dan mendewasakan diri dengan melepaskan diri dari ikatan Klasis Tegal. Mereka membentuk Klasis Jakarta Barat dan Klasis Jakarta Timur. Untuk Klasis Tegal sendiri berubah menjadi Klasis Pekalongan Barat yang beranggotakan Gereja Kristen Jawa (GKJ) Tegal, GKJ Pemalang, GKJ Moga, GKJ Mejasem, GKJ Brebes serta GKJ Slawi. Sekretariat Klasis bertempat di Tegal.

Bergulirnya sejarah tumbuhnya jemaat GKJ Slawi sebenarnya dimulai sejak tahun 1922, seiring beroperasinya pabrik gula Kemanglen dan rumah sakit Dukuhringin Slawi. Dari situlah muasal jemaat-jemaat Kristen di Slawi timbul. Namun dalam catatan sejarah, perjalanan se¬jarah sejak 1922 sd„ 1964 persekutuan jemaat di Slawi dianggap belum dewasa. Pergumulan dalam bersembah kepada Allah disaat itu merupakan "perjuangan" gigih bukan semata bagi likuiditas kedewasaan persekutuan, melainkan juga kondisi peribadatan yang tempatnya seringkali berpindah.

Oleh sebab itu maka ketika pada tanggal 15 Nopember 1964 jemaat persekutuan di Slawi berhasil membeli sebuah rumah di Slawi tengah dan diresmikan menjadi sebuah gereja, saat itulah mulai dirintis pendewasaan Gereja Kristen Jawa (GKJ) Slawi. Peran Bapak Pdt.M.Prawirotirto dan Guru Injil Bapak Isbandi pendeta GKJ Tegal yang selama ini melayani je¬maat Slawi cukup besar dalam memproses pendewasaan persekutuan jemaat Slawi. Apalagi kehadiran Guru Injil Bapak S. Wirjosoemarto yang ju¬ga gigih melayani jemaat Slawi hingga Jatibarang, Balapulang, Margasari dan Prupuk. Maka ketika tanggal 13 Juli 1965 Bapak S. Wirjosoemarto berhasil ditahbiskan sebagai Pendeta Gereja Kristen Jawa Slawi, resmilah Slawi menjadi Gereja Kristen Jawa Slawi dewasa yang tidak saja memiliki jemaat, tetapi juga memiliki gereja serta pendetanya.
Sejak saat itu GKJ Slawi berkembang terus, serempak sejalan dengan gereja-gereja lain di wilayah Klasis Tegal yang berubah menjadi Klasis Pekalongan Barat. Menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari tiap agenda kegiatan tingkat Klasis, khususnya pergumulan menata, melengkapi serta menyempurnakan proses bergereja dan kejemaatan sebagai konsekuensi logis dari sebuah gereja yang baru dewasa.

Selama 20 tahun Bapak Pdt. S.Wirjosoemarto melayani jemaat di GKJ Slawi ketika pada tahun 1985 mulai menjalani masa emiritus. Meski demikian ia tetap aktif melayani, mengingat cukup lama GKJ Slawi mencari pendeta baru, namun belum meperoleh juga. Akhirnya + 6 tahun Slawi menunggu pendeta baru, tanggal 4 Desember 1992 mulai datang mahasiswa lulusan Universitas Kristen Duta Wacana Jogyakarta yang melaksanakan orientasi di Slawi yakni Sdr. Sugeng Prihadi,S.Th. Pada tang¬gal 25 Mei 1994, beliau ditahbiskan sebagai Pendeta Gereja Kris¬ten Jawa Slawi.

Sebagai gereja induk yang beralamat di jalan Ahmad Dahlan C/17 Slawi, wilayah pembinaan GKJ Slawi meliputi 2 pepanthan yakni Balapulang dan Prupuk. wilayah Pangkah dan wilayah Kudaile. Sebelum Brebes menjadi dewasa, Jatibarang pun menjadi kelompok Slawi.

Secara administratif GKJ Slawi dengan pepanthan-pepanthannya masuk dalam wilayah Kabupaten Tegal. 12 km arah ke utara adalah Kota Tegal, jemaatnya masuk dalam pembinaan GKJ Tegal. Sebelah timur (agak jauh) jemaatnya masuk wilayah GKJ Mejasem. Sebelah barat/utara + 24 km jemaat Kristen masuk pembinaan GKJ Brebes hingga Tanjung dan Losari (perbatasan Jateng-Jabar). Sebelah se latan Slawi adalah kota/desa-desa pebukitan kaki Gunung Slamet, dimana lewat jalan protokol dapat dijangkau Bumiayu dan Purwokerto.

Jemaat GKJ Slawi serta pepanthannya banyak terdiri dari pendatang dengan latar-belakang penghasilan sebagai PNS guru, karyawan/pegawai Puskesmas dan Perhutani, militer, pensiunan, dagang/wiraswasta ada juga buruh. Di pepanthan Prupuk disamping pegawai/PNS, juga banyak petani buruh, dagang serta kaum urban (Jakarta).

Hasil visitasi gereja pada 9 Januari 2005, dapat diketahui jumlah seluruh warga GKJ Slawi/pepanthannya adalah: 101 anak-anak , 297 dewasa Jumlah seluruh 398 orang/jiwa atau 126 KK.

Sebagai upaya peningkatan mutu SDM sekaligus pemantapan pelayanan, tahun 2005 Bapak Pdt.Sugeng Prihadi S.Th. berhasil menyelesaikan program S.2 nya dengan gelar: Master of Ministry (M.Min).
Adapun bidang-bidang yang ditangani GKJ Slawi meliputi: Komosi Pembinaan Warga Gereja (KPWG), Komisi Kesaksian Pelayanan (Kespel), Komisi Anak, Komisi Pemuda/Remaja, Komisi Warga Dewasa, Komisi Kesenian, Komisi Ekonmi, Team Verifikasi , dan Perawatan Kematian Sumarah . Untuk Pepanthan Balapulang terdapat Rukun Perawatan Kematian Rogo Rumanti
Beberapa Bebadan/Tim/Panitia antara lain : Pra Koperasi”Ceria” , Persekutuan Adi Yuswo “Simeon”, PWJ “Ester” Tim Healing Ministry ,Kelompok Doa Mediatif (Taize), Panitia Pembangunan Gedung Gereja GKJ Slawi ***


" DALAM TUBUH TANAH AIR, SEMANGAT KRISTUS MENGALIR”
(Sejarah tumbuh-kembangnya jemaat Gereja Kristen Jawa Slawi)

Seorang bijak pernah berkata: “Siapa membendung sejarah, ia akan tergilas olehnya. Sejarah adalah proses kehidupan, yang mengalir dan terus mengalir searah dengan alur masing-masing. la akan berhenti atau berganti, ketika dunia ini mati”.
Demikian pula yang terjadi pada ada serta tumbuh kembangnya jemaat Gereja Kristen Jawa Slawi.

A. Periode tahun 1922 - 1933
Gemuruh suara mesin pabrik gula Kemanglen, Slawi menandai hari-hari yang sibuk bagi karyawan pabrik. Muka-muka mengkilap karena peluh/keringat. Kota Slawi adalah kota tanggung yang sepi menjadi hidup dan ramai oleh pijar pabrik gula ini. Bahkan rumah sakit pabrik gula Kemanglen bukan cuma melayani karyawan pabrik serta keluarganya. Juga bernilai sosial melayani maayarakat umum atau siapa saja. Dari sinilah mulanya, dari sela pekerja pabrik, dari sela-sela karyawan rumah sakit, muncul jiwa-jiwa terpanggil. Mereka diantaranya adalah Suparman, Sunarso dan Sukardi masing-masing dengan keluarga dan isteri. Datang pula Sukisno, seorang anggota polisi dan beberapa tahun kemudian hadir Endang Wasbir juga pegawai rumah sakit.

Menginjak tahun 1928, orang-orang yang terpanggil dalam Kristus telah mencapai 30 orang. Jumlah yang tidak banyak menurut ukuran besar, namun luar biasa ditilik dari amat sulitnya memperoleh "panggilan" beriman. Untuk menyalurkan gejolak relijigius mereka dalam beriman, semula mereka mengikuti persekutuan ibadah di gereja Muaratua Tegal, meski perjalanan yang tidak dekat itu harus dicapai dengan berjejal - jejal digerbong kereta api, pulang pergi setiap dua minggu sekali.

Melihat kenyataan ini Pendeta Tegal DS. CL. Bancemeer menghubungi direktur pabrik gula Kemanglen Slawi guna mohon ijin diperbolehkannya karyawan pabrik yang beragama Kristen menggunakan salah satu ruang kosong di komplek pabrik guna beribadah/mengadakan kebaktian. Puji Tuhan ternyata diperbolehkan. Akhirnya Jemaat Kristen di Slawi pada minggu-minggu berikutnya sudah tidak menuju Gereja Muaratua di Tegal cukup di sebuah ruang kosong di Pabrik Gula Slawi. Namun karena kesibukan karyawan dan kurangnya pengurus kebaktian disepakati dua minggu sekali setiap jam 17.00 WIB (5 sore)

B. Periode tahun 1934 – 1941
Pada tahun ini pabrik gula banyak mengalami mutasi pegawai yang dipindahkan ke daerah lain, termasuk banyak diantaranya yang menjadi jemaat persekutuan di Slawi. Tantangan yang cukup berat bagi kehidupan beriman, karena kegiatan persekutuan yang tengah mulai melangkah kedepan, tiba-tiba menjadi surut kembali. Puji syukur Suparman sekeluarga tidak termasuk yang pindah. Sehingga tetap dapat sebagai pemandu kegiatan pada hari-hari berikutnya. Tinggal beberapa orangpun jadilah. Bukankah jika ada dua atau tiga orang yang berkumpul Tuhan akan hadir ditengahya? Bahkan tempat ibadahpun dipindahkan dirumah Suparman. Namun kepindahan tempat ibadah inipun tidak memberikan peluang jemaat bertambah. Beberapa tahun kondisi persekutuan ibarat merangkak. Beruntung di tahun 1938 Pendeta DS. Ramli dari Tegal turut melayani di Slawi sehingga untuk sementara jemaat Slawi masih mampu bertahan sebanyak 20 orang. Untuk memudahkan pelayanan, kebaktian minggu dipindahkan lagi dari rumah Suparman ke rumah kontrakan Pdt. DS. Ramli. Sejak mulai adanya persekutuan jemaat gereja Slawi sampai dengan hadirnya pendeta DS. Ramli, tercatat beberapa tenaga pelayanan gereja yang berbangsa Belanda, anatara lain : DS. De Vries, DS. CL Bancemeer, DS. Wolter Beek, DS. Kroch, DS. Ratson, DS. Fastenraad dan DS. Zenk.

C. Periode tahun 1942 - 1944
Mendaratnya pasukan tentara Jepang di Indonesia mengakhiri pemerintahan Belanda di Indonesia. Jepang mulai memberlakukan a-turan-aturan baru dalam pemerintahannya. Diantaranya ibadah ba gi umat Kristiani baru bisa diperbolehkan jika ada ijin dari Gunzaibu. Mengingat Pdt. DS. Ramli dipindahkan lagi ke lain da¬erah, kebaktian kembali dipindah ke rumah Suparman. Apa boleh buat jika keadaan menghendaki demikian.

D. Periode tahun 1945 - 1952.
Menjelang saat bersejarah kemerdekaan Indonesia, terjadi penodaan sejarah dengan timbulnya Peristiwa 3 Daerah yang banyak mengorbankan darah orang-orang yang tak bersalah. Peristiwa tersebut sangat berpengaruh pada kelancaran ibadah jemaat Kristen, Kondisi traumatik terjadi dikalangan masyarakat yang ketakutan. Setelah suasana keamanan nampak pulih, ibadah kembali dilanjut kan dirumah Suparman. Kali ini kegiatan ibadah dilayani oleh Pendeta Prawirotirto dari GKJ Tegal.

Setahun kemudian yakni tahun 1946, kemerdekaan ternyata memba-wa berkah dengan kebijaksanaan pemerintah baru status Rumah Sakit pabrik Gula Slawi di desa Dukuhringin diubah menjadi Rumah Sakit Umum (RSU). Perubahan ini memunculkan beberapa petugas , mantri Dokter ,perawat kesehatan pindahan dari kota lain yang berlatar belakang iman Kristen. Karena itulah maka jemaat Slawi kembali memperoleh tambahan jiwa-jiwa baru. Dari kehadiran mereka pula muncul usulan agar kebaktian minggu tempatnya lebih diperdekat dengan tempat mereka bekerja. Mereka menghubungi rumah sakit guna mohon ijin menggunakan sebuah ruang di rumah sakit untuk ibadah. Puji Tuhan, disetujui Ibadah minggu kembali berpindah dari rumah Suparman ke sebuah ruangan di rumah sakit Slawi. Proses pelayanan jemaat kembali berjalan lancar. Terjadi pula clas/Agressie Belanda yang menyerang Yogyakarta. Selepas agressie banyak tentara APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat) yang pindah ke Slawi dan kebanyakan menganut agama Kristen. Mereka juga turut kebaktian minggu, sehingga ruang ibadah yang memang terbatas itu menjadi berhimpitan bahkan sampai luber di luar,

E. Periode tahun 1953-1954.
Kondisi Jemaat saat itu telah mencapai bilangan 80 orang. Itu sebabnya maka tiap kali ibadah dilaksanakan, ruang yang terba¬tas itu terasa menjadi semakin sempit, Mereka juga bingung, ke mana lagi mereka akan mencari tempat ibadah yang lebih memadai. Dinamika bersekutu memang tengah berlangsung: jemaat kurang menjadi bingung, Jemaat lebih, juga bingung! Akhirnya Tuhan memunculkan Lettu Sisworiyanto, seorang Komandan Kesehatan Tentara Batalyon Banteng Raiders (BR) yang juga ikut beribadah, guna memindahkan kegiatan ibadah minggu dari ruang rumah sakit ke rumah dinasnya di Kemanglen, Slawi.

Menghindari suasana ibdah berdesakan, kebaktian dibagi dua yakni pagi dimulai jam 09.00 hingga pukul 10.00 siang menggunakan Bahasa Jawa, sedang pukul 11.00 menggunakan bahasa Indonesia. Adapun pembinaan pelayanan jemaat Slawi dibimbing oleh Pendeta M.Prawirotirto serta Isbandi (guru Injil dari Purwokerto), Lettu Sisworiyanto serta beberapa Majelis dari GKJ Tegal. Bahkan pada Agustus 1937, datang pula guru Injil dari Banjarnegara yaitu Samuel Wiryosumarto yang diperbantukan di GKJ Tegal, namun sementara bersama keluarganya di tempatkan di Balapulang. Kenapa di Balapulang? Karena sejak 1954, kehadiran S. Hadi Suprapto pria dari Karangdawa/Karanganom Klaten bersama isterimya ke Balapulang itupun nampaknya menjadi benih yang mulai menumbuhkan jiwa-jiwa baru yang mulai terpanggil. Agar jiwa-jiwa baru yang tengah bertumbuh ini memperoleh pertumbuhan/pemeliharaan, maka S.Wiryosumarto ditempatkan di Balapulang, tepatnya pada sebu¬ah rumah di desa Balapulang wetan.

F. Periode tahun 1955-1958
Setelah menetap satu tahun di Balapulang ,S. Hadi Suprapto bersama istri mulai menemukan teman-teman se iman di Balapulang. Ia sendiri pindah dari Klaten ke Balapulang sehubungan dengan mutasi kerjanya ditempatkan di kantor Pendidikan Masyarakat Kabupaten Tegal. Setiap hari harus pulang pergi dari Balapulang ke Tegal.

Nampaknya latar belakang kerja sebagai Pendidikan Masyarakat sangat berpengaruh pada perilaku kehidupan sehari-harinya S.Hadisuprapto yang memang cair dan supel di masyarakat. Ia cepat beradaptasi dengan lingkungan, khususnya di Balapulang. Ditengah pergaulan masyarakat itu, ia mulai menemukan kelompoknya yakni kawan-kawan seiman seperti Ikhsan Reksohadi Atmodjo (mantri dokter), Tarmidi (guru SR), Ismall (Pensiunan masinis kereta api), Wagimin (pegawai kesehatan) poliklinik Balapulang. Masing-masing bersama isteri dan keluarganya. Sebagaimana di Slawi kegiatan persekutuan di Balapulangpun ,tak berbeda dengan tempat ibadah yang senantiasa berpindah-pindah. Nampaknya itulah dinamika jemaat kecil, yang lemah dalam segala sesuatunya, dimana tempat ibadah ideal berupa gereja yang permanen merupakan impian yang susah terwujud, Kecil, memang reflektif sebagai gambaran tidak berdaya. Bagaimanapun semuanya nyaris serba terbatas. tetapi sikap optimis selalu dimiliki setiap orang percaya yang telah memenangkan dirinya bagi siapapun yang mempercayainya. Maka betapapun keberadaannya, persekutuan Balapulang baru tumbuh itu terus dan terus mencari peluang guna berkembang. Dari Balapulang wetan, kegiatan ibadah tetap berlanjut terus. Beberapa waktu kontrakkan sementara di Balapulang wetan ditinggalkan dan Wiryosumarto pindah ke Karanganyar, Balapulang kulon.

Sejak 1957 ibadah minggu, persekutuan doa maupun PA pindah ke Balapulang kulon. Dengan hadirnya Samuel Selano (suku Ambon/Mantri TPK Kehutanan) yang ikut persekutuan dan mendiami rumah dinas Jawatan Kehutanan di TPK Balapulang, Selano menempatkan ibadah dikomplek loos (tempat penimbunan kayu) yang kosong, setelah lewat ijin Kepala Jawatan Kehutanan. Mengingat Samuel Selano/isteri memiliki lima orang anak, ditambah anak-anak dari keluarga yang lain, maka disitu pula mulai diselenggarakan Sekolah Minggu. Apalagi ruang berbakti di sebuah ruang TPK itu cukup luas.

Disamping pembinaan jemaat persekutuan Balapulang, karena statusnya adalah petugas gereja Tegal, S. Wiryosumarto juga tetap melayani jemaat Slawi. Demikian pula sewaktu muncul tanda-tanda di Prupuk mulai ada benih-benih orang percaya yang muiai mencari persekutuannya, S. Wiryosumarto mulai tak jenak ingin segera ke sana. Dengan diantar oleh Majelis Balapulang Ikhsan Rekso Hadiatmodjo, S. Wiryosumarto melakukan survei di Prupuk pada bulan Agustus 1958. Benar disana ada Wadjad, Rabyan, Suhadi dan sekelompok yang lain masing-masing dengan keluarganya yang merindukan adanya persekutuan. Untuk ukuran sekitar 60 jiwa bukanlah sedikit bagi Prupuk sebuah pedukuhan di Kaligayam. Maka setelah berembuk dengan Broto Saputro ( mantri kesehatan Margasari) yang juga turut dalam survey tersebut disepakati Prupuk segera mendirikan persekutuan. Adapun pelayan tetap menjadi tanggung jawab GKJ Tegal dalam hal tersebut lebih ditekankan kepada S. Wiryosumarto mengingat lokasi tempat tinggalnya di Balapulang.

Sementara dengan bertugasnya Broto Saputro, seorang mantri kesehatan di Margasari, iapun bersama keluarganya mulai mencari bibit orang -orang percaya dilingkungannya yang bisa diajak bersekutu. Ditengah kondisi Margasari yang nampaknya tak ada, ternyata juga ada orang percaya disitu. Ditemukanlah Kamil, Caslam dan Widagdo masing- masing bersama keluarga. Bahkan ada guru SMP Margasari dan isterinya. Jumlah sementara ada 15 orang. Mereka bertekad jumlah itu sebagai modal awal mendirikan persekutuan jemaat Margasari.


G. Periode Tahun 1959-1963
Sewaktu proses pembinaan jemaat Slawi mulai lancar, terjadi mutasi tugas pasukan APRIS yang bertugas di Slawi ke daerah lain termasuk diantaranya Lettu Sisworiyanto. Banyak jemaat yang berstatus anggota APRIS turut pindah. Disamping persekutuan banyak kehilangan jemaatnya, penyakit lama juga kambuh lagi: mau pindah kemana lagi kegiatan persekutuan mengingat tempat di pak Sisworiyanto juga mau ditinggal pergi?

Melalui kesepakatan, akhirnya diputuskan kegiatan ibadah berpindah dari rumah dinas Lettu Sisworiyanto ke rumah pribadi Endang Wasbir di Slawi Pos. Mendung kelihatannya tengah berpayung di jemaat Slawi. Kesulitan baru muncul pula dengan emiritusnya Pdt.M.Prawirotirto yang akhirnya pulang ke kampung halamannya di Salatiga. Surutnya tenaga gembala sidang jemaat ini semakin bertambah berat ketika tanggal 8 Agustus 1961 Guru Injil S.Wiryosumarto dipanggil Gereja Formeerd di Pematang Siantar guna membantu Pekabaran Injil (PI) di disana. Diwilayah Sumatera Utara ini, S.Wiryosumarto ditempatkan di Kisaran Kabupaten Asahan. Beberapa waktu lamanya jemaat Persekutuan Slawi mengalami kevakuman tenaga pelayanan. Meski dalam suasana serba terbatas semangat Kristus tetap berpijar terus, ibarat air yang mengalir terus mencari celah-celah yang lebih rendah, apapun keadaannya ibadah dan kegiatan bersekutu tetap berjalan.

H. Periode tahun 1964
Setelah melewati putaran waktu yang begitu panjang persekutuan jemaat Slawi selalu berpindah papan ibadah, tibalah saatnya Tuhan memberkati jemaat ini dengan kemampuan membeli sebuah rumah di Slawi kulon seharga satu juta rupiah pada tanggal 15 Nopember 1964. Dana tersebut didapat dari pengnmpulan warga jemaat yang memang sudah sangat merindukan datangnya rumah ibadah yang permanen. Kekurangannya diperoleh dari bantuan gereja Partner. Sejak itulah ibadah berpindah dari rumah Endang Wasbir ke rumah baru yang permanen. Rumah ibadah sudah tercukupi tinggal masalah tenaga pelayan jemaat yang masih menjadi sandungan. Beberapa tahun persekutuan ini berjalan tanpa gembala jemaat. Selanjutnya diputuskan untuk memanggil kembali guru Injil S.Wiryosumarto dari Sumatera Utara guna melayani di Slawi. Ibarat gayung bersambut, karena S.Wiryosumarto pun tengah berkeinginan pulang kembali wilayah Slawi. Sambil rnenunggu proses kepulangan Wiryosumarto, pembinaan wilayah Slawi dan sekitarnya dilaksanakan oleh Pdt.S.Dwidjoasmoro dari GKJ Purwokerto.

Rapat Pleno Majelis GKJ Tegal, 1 Nopember 1963 dipimpin oleh Sdr.Sunyono HS dihadiri juga Pdt. S.Dwidjoasmoro antara lain memutuskan: mengingat luasnya wilayah pembinaan jemaat GKJ Tegal, diperlukan dua orang Pendeta dengan peruntukkan :
1. Jemaat Tegal bagian utara
2. Jemaat Tegal bagian Selatan.

Tiga calon yang diajukan bagi kepentingan tersebut adalah: Pdt. DS.Dwidjowiyono (Pdt. Jemaat Solo) dan Pdt. DS. Pudjowiyono (Pdt.Gereja Kaliceret) dan Guru Injil S.Wiryosumarto (Penginjil yang masih bertugas di Kisaran / Medan, Sumut). Proses pemilihan pun segera dilakukan atas diri tiga calon tersebut. Atas berkat serta campur tangan Tuhan saja adanya, maka jemaat Tegal utara akhirnya menjatuhkan pilihan pada Pdt. DS.Dwidjowiyono, mengi¬ngat latar-belakang beliau yang sudah berkedudukan sebagai Pendeta, tanggal 4 Agustus 1964 beliau langsung ditetapkan sebagai Pendeta Gereja Kristen Jawa Tegal. Sedangkan S.Wiryosumarto yang sudah memenuhi panggilan untuk pulang kembali ke Tegal dan sudah terpilih sebagai calon pendeta untuk wilayah Te¬gal bagian selatan yang berkedudukan di Slawi, sebelum menjadi Pendeta atas keputusan sidang diwajibkan:
1. Selama enam bulan mengikuti Kuliah Ilmu Theologi di Sekolah Tinggi Theologia Duta Wacana Jogyakarta.
2. Menempuh ujian pendeta yang diselenggarakan oleh Klasis Banyumas Utara.

Prosedur yang disyaratkan tersebut ternyata dapat diikuti dengan baik oleh Wiryosumarto Termasuk ketika ujian pendeta yang diselenggarakan tanggal 29 Mei 1965 di Sokaraja, ia pun lulus.

I. Periode Tahun 1965 - 1972
Peristiwa yang cukup menonjol di tahun 1965 adalah acara Pentahbisan Samuel Wiryosumarto menjadi Pendeta Gereja Kristen Jawa Slawi pada tanggal 13 Juni 1965. Dengan resminya guru Injil S.Wiryosumarto menjadi Pendeta dengan gelar Domine Santo (DS) Samuel Wiryosumarto. Maka sekaligus berdirilah pepanthan Slawi menjadi GKJ Slawi yang dewasa terpisah dari GKJ Tegal. Dan Rumah di Jalan KH. Dahlan No C/17 sebagai gereja. GKJ Slawi mempunyai binaan ke selatan dan barat meliputi: Jatibarang, Balapulang, Prupuk, Margasari, Pangkah dan Adiwerna. Inventaris rumah ibadah yang dijadikan gereja beserta isinya tidak lagi menjadi penguasaan GKJ Tegal, secara mandiri hak dan prosesnya dikelola GKJ Slawi.

Tahun 1965 itu juga disepakati untuk wilayah selatan (Slawi dan sekitarnya) sudah lepas dari pembinaan GKJ Tegal, karena GKJ Tegal dibawah Pdt. S. Dwidjowiyono ini membawahi wilayah pembinaan meliputi : Pagongan, Brebes, Muaratua, Tanjung hingga Losari, Ketanggungan barat dan timur. Sementara gereja di Muaratuwa sudah beberapa waktu lamanya ditinggalkan dimana pusat kegiatan GKJ Tegal berada di jalan Kraton - Zuid nomer 1 (kini Jl. Dr.Sutomo no. 115) bekas rumah Pdt. Raatsen pada tahun 1933. Adapun gereja dan jemaat di Muaratuwa tetap berjalan sebagai pepanthan GKJ Tegal.

Bulan September 1965 merupakan bulan yang kelam bagi bangsa In¬donesia, sebab pada 30 September 1965 terjadi peristiwa berdarah Gerakan 30 September/PKI. Kembali banyak masyarakat yang tak berdosa yang menjadi korban. Negeri ini berdukacita Pengaruh peristiwa ini sungguh luar biasa. Ibarat sungai mengalir sementara berhenti, sedemikian besarnya pengaruh kejadian ini sehingga bangsa ini berduka. Banyak kelompok yang memanfaatkan peristi¬wa ini guna melancarkan fitnah. Beruntung jermaat Kristus tetap berjalan terus, semakin taat bersembah pada Yang Maha Kudus. Sementara jemaat persekutuan Balapulang, telah berpindah tempat peribadahan dari loos TPK Balapulang ka paviliun milik keleluarga Ikhsan Reksohadi Atmodjo. Paviliun tersebut bekas poliklinik Balai Pengobatan yang sudah tidak digunakan. Dengan dimodifikasi seperlunya, maka ruang 6X8 ditambah konsestori 6X4 m dapat digunakan sebagai tempat kebaktian jemaat itu terjadi pada tahun 1964. Namun perpindahan papan ibadah itupun cukup ba¬nyak menghadirkan berkat. Karena tempat ibadah baru itu terletak ditepi jalan raya Tegal - Purvokerto, khalayak ramai lebih cepat tahu, khususnya masyarakat Balapulang. Tidak seperti tempat ibadah sebelumnya yang terkesan kedalam.

Maka "bersaksi" tentang Kristus lewat kegiatan ibadah/ber jema¬at lebih memungkinkan. Terutama pada momentum perayaan Natal, S.Hadisuprapto ingin menunjukkan kerukunan serta kekompakkan dari sebuah kelompok kecil yang dapat membuatkan "sesuatu" yg. Besar. Ternyata benar, Natal 1965 berlangsung lancar dan sukses. Undangan meskipun banyak untuk rekan-rekan masyarakat umum, rata-rata mereka hadir. Natal yang diselenggarakan di ru¬ang depan rumah keluarga Ikhsan dari sisi lain oleh masyarakat dipandang sebagi media “hiburan”. Secara kental masyarakat waktu itu belum terbungsus sentiment agama. Padahal Acara Natal waktu itu diisi secara atraktif seperti tarian, puisi, paduan suara ,utamanya adalah drama. Oleh mereka yang tengah haus hiburan, pentas Natal mereka anggap "lain" yang menarik.Meskipun penerangan (saat itu belum ada listrik) hanya lampu petromaks, acara Iancar mengalir, ruang undangan begitu padat bahkan di pintu-pintu, jendela dan halaman rumah, mereka yang rata-rata pemuda berdesak-desak hingga acara tuntas.

Berkaca pada minat lingkungan pada acara Natal, S.Hadisuprapto bermaksud membungkus acara Natal tahun depan serta mumpersiapkannya dalam kondisi lebih baik. Apalagi ditengah jemaat mulai muncul seorang pemuda bernama Kartono. Dia remaja pribumi Balapulang yang tengah "belajar" alkitab pada S. Hadisuprapto, yang memperkenalkan pada jemaat sebagai seniman/ pelukis. Bahkan panggung Natal 1964 dibuat oleh Kartono, dengan back ground lukisan ditembok para Malaikat yang tengah menemui para gembala di padang Efrata.

Kehadiran Kartono ditengah jemaat persekutuan memang membawa suasana baru dimana kegiatan persekutuan terasa semakin lancar balk ibadah minggu, persekutuan doa, PA ataupun sekolah minggu. Dibawah asuhan Pdt. S.Wiryosumarto yang dengan setia hadir dari Slawi dengan sepedanya, selalu nampak dalam tiap kegiatan. Pak Hadi (sebutan bagi S.Hadisuprapto) selaku majelis juga aktif menggerakkan putra-putri jemaat dalam latihan pujian / koor. Sehingga Kartono yang tengah belajar itu tidak sendirian, melainkan mereka bergabung dalam group pemuda bersama Pranindyo dan Tuti (putra pak Ikhsan) Purwaningsih dan Iman Wahyudi (putra Pak Wagimin), Alek, Tuti dan Joni (putra pak Selano) serta Chulimah adik bu Wagimin. Bahkan Kartono yang ditengah masyarakat Balapulang dikenal sebagai seniman / pelukis, diantara banyak teman-temanny itu telah mulai mengikuti jejaknya antara lain: Umayah, Sutarto, Yoan Aries , Djoko ditambah cucu Tarmidi yakni Tjahyoroso dan Nur. Mereka juga turut belajar katekisasi/belajar alkitab. Dan keadaan persekutuan jemaat Balapulang semakin meriah. Sayang ditengah kehangatan berjemaat, pak Ikhsan Reksohadi Atmodjo dipanggil menghadap Tuhan. dan Samuel Selano beserta keluarga juga pindah ke Cilacap ***



TERSERAK MEREBAK, BENIHPUN BERKEMBANG


Pelan tapi pasti geliat jemaat GKJ Slawi mulai menampakkan kegiatannya. Ketenangan mereka beribadah karena mereka tidak lagi diliputi gambaran mau kemana lagi pindahnya rumah jemaat yang akan datang ini? Karena rumah ibadah bagaimanapun wujudnya sekarang telah dimiliki. Oleh karena itu pola fikir sekarang adalah: bagaimana membentuk rumah ibadah ini menjadi tempat ibadah yang aman, nyaman dan sehat sebagai tempat beribadah. Secara berangsur rumah ibadah mulai terwujud (direhab).

Disamping untuk ruang jemaat, juga disekat belakangnya untuk konsestori. Kemudian samping selatannya dibuat beberapa kamar, sekaligus sebagai pastoran dimana Pdt. S.Wiryosumarto bersama keluarga menetap disitu. Sungguh, rumah ibadah yang saat ini oleh jemaat Slawi sudah bisa mereka sebut sebagai gereja, sudah mampu mereka miliki. Pendeta pun, sudah ada. Mau apa Iagi? Tinggal keaktifan mereka beribadah, sekaligus menunggu berkat Tuhan agar perkembangan jemaat semakin bertumbuh serta berkembang. Kondisi ketenangan di jemaat Slawi ternyata tidak dapat diikuti persekutuan jemaat di Margasari yang memang masih kecil.

Adapun suatu hal terjadi yang menimpa keluarga Broto Saputro hingga keluarga ini pergi meninggalkan Margasari. Meskipun Majelis Margasari ada dua (yang satu Sukadi / Mantri Peternakan), namun mengingat kecilnya jumlah persekutuan Margasari, hilangnya keluarga Broto Saputro amat berpengaruh bagi pertumbuhan jema¬at disaat berikutnya. Akhirnya kehidupan berjemaat menjadi pupus dan yang masih ada bergabung dengan persekutuan jemaat Prupuk.

Adapun kehidupan berjemaat dikelompok Balapulang sejak 1965 berjalan cukup lancar. Meskipun beberapa majelis telah dipanggil Tuhan seperti Ikhsan Rekso Hadiatmodjo dan Tarmidi, namun kehidupan berjemaat begitu aktif. Kegiatan remaja nampak menonjol, diantaranya PA remaja yang dibimbing pak Hadi. Berkat ketekunan mereka, maka tahun 1967 ada 4 orang remaja Balapulang yang sedia di baptis yakni: CK.Kartono, Yohanes Sri Sutarto, CM. Umayah dan Ignatius Yoanaries. Sementara itu datang pula adik Bu Wagimin yakni Sama Sudaryono dan Kadarwati sehingga lebih memperkuat kegiatan remaja kelompok Balapulang. Nyaris setiap tahun sejak Natal 1966, acara perayaan Natal selalu dipentaskan drama Natal yang ditulis dan disutradarai sendiri oleh CK.Kartono. Menjadikan setiap penyelenggaan Natal selalu dibanjiri oleh pengunjung khususnya para remaja. Bagi remaja yang menerima undangan Natal, mereka merasa terhormat. Bisa duduk di kursi undangan bisa melihat acara Natal dan menanti acara penutup yaitu: drama. Meskipun jika ditambah para remaja jemaat kelompok Balapulang berkisar antara 30 - 35 orang, namun mereka mampu menggelar acara Natal yang selalu berakhir sukses. Tahun 1967 Sutarto harus melanjutkan kuliah di Semarang, Yoanaries pergi ke Sala dan berikutnya Umayah ke Klaten. Remaja tinggal beberapa orang, dan mereka tetap menjadi modal kegiatan bergereja ***



PERGUMULAN MAKAM KRISTEN BALAPULANG

Pada tanggal 27 Maret 1968 Tarmidi giliran dipanggil Tuhan. Jenazah mau dimakamkan di Kerkop Tegal seperti jenazah Ikhsan, keluarganya yang non Kristen tidak menyetujui. Mau dimakamkan dimakam umum tidak diijinkan oleh majelis ulama Balapulang. Akhirnya Pak Hadi selaku majelis GKJ Slawi Pepanthan Balapulang mohon ijin kepada Camat Balapulang Moch.Alie guna memakamkan jenazah Tarmidi di tanah bebas bekas kuburan Belanda di wilayah desa Balapulang wetan. Setahun sebelumnya yakni tanggal 23 Maret 1967, jenazah putra Wagimin juga telah dimakamkan disitu. Mengingat kelompok jemaat Kristen Balapulang setiap kali ada anggotanya yang meninggal selalu bermasalah dalam mencari tempat pemakaman, Camat Balapulang menyetujui dimakamkannya jenazah Tarrnidi di tanah desa status Erpacht tersebut. Bahkan Camat Balapulang Moch.Alie menindaklanjuti perijinan tersebut dengan membuat surat kepada Bupati Tegal tanggal 17 April 1968 nomer P.U.T.76/606/68 perihal: Permohonan tanah untuk Kuburan Kristen. Dengan demikian tanah Erpacht seluas 0,174 Ha diwilayah desa Balapulang dimohon secara resmi menjadi makam Kristen. Proses pergumulan menindak lanjuti permohonan tanah makam Kristen ini benar-benar cukup berat, mengingat lokasi yang dimohon terletak di desa Balapulang Wetan yang penduduknya nyaris tidak ada yang beragama Kristen. Pada satu ketika Badan Musyawarah Desa (Bamudes) menyelenggarakan pertemuan di Balai Desa Balapulang wetan guna merembug permohonan ta¬nah makam tersebut. Untuk itu S.Hadisuprapto di undang selaku pemohon dan Tua-tua gereja. Semua yang hadir menolak permohonan tanah tersebut. Hadisuprapto hampir putus asa melihat keadaan ini. Tetapi, Tuhan sungguh luar-biasa. Tidak dibiarkannya Hadisuprapto menjadi lemah. Disaat itu, seorang pemuka agama yang berpengaruh di Balapulang Wetan bernama Moch. Nurkholis yang sehari-harinya sebagai Kepala KUA Balapulang, justru dengan bijaksana menengahi. Bahwa tanah yang dimohon, statusnya adalah bebas, yang di kas tanah Cart desa Balapulang tidak / belum bernomor. Dengan status tanah bebas (belum dimiliki secara hukum oleh siapapun) maka siapa saja boleh mengajukan permohonan, termasuk pak Hadi selaku pihak gereja Balapulang. Adalah bijaksana jika di negara Pancasila ini setiap Agama bisa membantu kesulitan Agama lain, diantaranya membantu kesulitan pemakaman jenazah, sehingga menjadi kewajiban untuk menyetujui permohonan tanah makam Kristen, dengan pertimbangan: bagian terbesar untuk makam Kristen (sebagai pemohon). Sementara bagian yang kecil (1/3) di peruntukkan bagi makam umum (Hindu, Budha dll) yang pengelolaannya diserahkan pada pihak desa. Awalnya pendapat ini pun hampir di tolak. Namun pengaruh Moch.Nurkholis ternyata cukup besar dan akhirnya semua yang hadir, menyetujui ! Puji Tuhan. Ternyata Tuhan tidak menegakan anak-anakNya yang tengah dalam kesulitan. Tanggal 10 Oktober 1984 ditandatanganilah Surat Pernyataan bersama antara fihak desa Balapulangwetan mewakili masyarakat Balapulangwetan dan fihak Gereja Balapulang selaku pemohon Yang menyatakan bahwa : Luas tanah yang dimohon 2000 m2 agar nya sebelah timur digunakan untuk makam umum ( Umat Agama lain) yaitu Islam, Hindu Budha dll. Guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan di masa datang. Surat pernyataan bersama ditandatangani fihak I Kepala Desa Balapulang wetan Moentoid dan fihak II S.Hadisoprapto diketahui Camat/Kepala Wilayah Kecamatan Balapulang Anton Tjaryani. Proses pengajuan permohonan cukup berliku-liku memakan waktu puluhan tahun, se-dangkan dalam jangka penantian turunnya surat keputusan dalam bentuk sertifikat, berkali-kali timbul kerikil-kerikil tajam dari kelompok-kelompok tertentu ditengah masyarakat desa Balapulangwetan yang menunjukkan ketidakpuasan, sementara lainnya ingin memanfaatkan bagi kepentingan pribadi dll. Berkali-kali pak Hadi bersama CK. Kartono memenuhi panggilan kantor Agraria Kabupaten Tegal maupun Propinsi bertalian surat-surat / administrasi yang harus dilengkapi / diperbaiki atau disempurnakan ***



ANGIN BERHEMBUS DI LAHAN TANDUS

Kehidupan berjemaat dikelompok Balapulang semakin lancar saja dalam pengertian berjalan, namun sulit bertambah anggota Jumlah 30 - 35 orang warga saja senantiasa turun/naik. Kondisi bumi Balapulang nampaknya begitu tandus bagi bibit bersemainya Kristiani disana. Sejak 1954 Tuhan menyemaikan S.Hadisoeprapto. Dan sepanjang putaran waktu, hingga periode 1970 pertambahannya sangat tidak signifikan antara 15 sampai dengan 25 jiwa. Pernah menjadi 35 orang sewaktu remaja-remaja angkatan Kartono masuk antara tahun 1964 sd 1968. Mereka benar-benar terpanggil dari bumi asli Balapulang. Namun Tuhan ambil mereka untuk disebarkan diwilayah lain, kecuali Kartono yang ditinggal seakan-akan ditinggal untuk penunggu rumah, Kartono yang sebenar-nya berangkat "bukan" dari biji Kristiani ini tetap setia bertumbuh. Menunggu dengan patuh, siapa lagi masyarakat pribumi yang mau menyusul terpanggil diselamatkan. Memang terakui kebenarannya apa yang ditulis Padmono,SK dalam bukunya: “Bertumbuh, Berkembang dan Berbiak” yang meriwayatkan sejarah bertumbuhnya Gereja-gereja Kristen Jawa Klasis Tegal. Pada halaman 19 tertulis: …….. sebetulnya daerah Tegal dan sekitarnya adalah daerah tandus untuk Pekabaran Injil. Selain mayoritas penduduknya yang fanatik terhadap Islam, juga terdiri dari bermacam-macam suku, adat istiadat dan aliran kepercayaan. Hal itu disebabkan karena Te¬gal merupakan kota pelabuhan (pesisir Pantura ) yang sejak dulu ramai dikunjungi / disinggahi perahu-perahu baik dari dalam mau¬pun manca Negara. Kebanyakan mereka berdagang, sekaligus berinteraksi dan berkulturasi dengan budaya setempat dan sebaliknya dengan budaya asing. Sehingga Pekabaran Injil di Kota Tegal menjadi sulit dan tersendat-sendat.

Balapulang sebagai wilayah Tegal tidak terlepas dari masalah tersebut. Disaat tertentu para generasi mudanya dapat bersifat moderat/ toleran misalnya diundang pada waktu perayaan Natal mereka hadir dengan rasa bangga. Semata- mata keinginan memperoleh hiburan dapat mereka dapatkan bahkan dengan cara terhormat (memperoleh undangan ) Tidak ada kesan politis, tidak merasa dipengaruhi, indoktrinasi apalagi merasa digiring untuk mendapat kan kesaksian. Sungguh netral Namun jika dengan verbal kita (seandainya) tawarkan: dapatkah anda masuk Kristen? Dengan tegas mereka jawab: Tidak bisa! Jaringan kultur kehidupan mereka turun-temurun nyaris memastikan bahwa pelukan agama mereka/keluarga adalah Islam.

Secara ekstrim mereka berpendapat, lebih baik jadi pencuri daripada menjadi Kristen! Inilah gambaran "cengkah"nya kondisi wilayah Balapulang sebagai bagian dari daerah Tegal yang *amat sangat" sulit sebagai lahan tebaran bibit iman Kristiani. Sehingga penantian tumbuh dan bertambahnya jumlah orang percaya di jemaat Balapulang wajar berlangsung sangat seret Oleh karenanya jika dari tengah lahan tandus ini Tuhan panggil Kartono, semata-mata fikiranya bukan untuk mewakili penduduk Balapulang. Melainkan pada dekade ini memang baru dialah yang berkenan Tuhan panggil. Kita meyakini sepenuhnya kehendak Allah, jika pada saat yang tepat, Tuhan pasti akan panggil siapapun (bukan hanya orang Balapulang) sebagai orang-orang pilihanNya. ' Kapan waktunya? Tuhanlah yang berkehendak.
Yang pasti meskipun dalam jumlah bilangan yang tidak terlalu besar, pasamuan jemaat Balapulang senantiasa berjalan dan terus ***



REGROUPING KLASIS

Sebagai refleksi perkembangan Pekabaran Injil di wilayah utara Gunung Slamet yang dirasa semakin membiak, maka pada tanggal 17 Juli 1969 disepakati bahwa Klasis Grereja-gereja Kris¬ten Jawa di wilayah Banyumas bagian Utara di bagi menjadi 2 Klasis, yakni:
1. Klasis Banyumas Utara wilayahnya meliputi GKJ Purwokerto, GKJ Sokaraja, GKJ Banyumas, GKJ Klampok, GKJ Purbalingga dan GKJ Pengalusan.
2. Klasis Tegal wilayahnya meliputi GKJ Tegal, Slawi, GKJ Moga dan GKJ Pemalang.

Oleh sebab sesuatu hal yang menyangkut kesalah-pahaman dengan para jemaat, bulan Desember 1972 Pdt.S.Dwijowiyono diberhentikan dari jabatan kependetaannya. Setahun kemudian GKJ Tegal mengalami kevakuman pendeta, sampai akhirnya tanggal 12 Desember 1973 GKJ Tegal kembali memperoleh pendeta baru lulusan Sekolah Tinggi Theologi Jakarta (STTJ) atas diri Pdt. Budi Mardono, S.Th

A. Periode Tahun 1970
Melihat Natal di kelompok Balapulang senantiasa sukses antara lain dengan drama Natalnya, remaja GKJ Slawi mengajak Kartono untuk mengkoordinir drama di Induk Slawi sehingga Perayaan Natal tahun 1970 berhasil dipentaskan drama 2 babak berjudul "Ester" yang diperankan Emmy Rustantini. Drama yang ditulis dan disutradarai oleh CK.Kartono itu tidak hanya dipentaskan pada acara Natal induk di Slawi, namun juga dibeberapa kelompoknya yakni Jatibarang dan Margasari. Kartono juga memerankan Mordechai, Haman oleh Tolib Sumindoko dan serdadu oleh Kusen dan Wasirun. Sejak saat itu kegiatan remaja di Slawi kian giat baik PA remaja, folk song khususnya dibidang seni adalah drama dan baca puisi. Bahkan disaat ulang tahun radio Pemerintah Daerah Kabupaten Tegal (RSPD) Slawi di gedung pertemuan (depan rumah pak E. Wasbir) Slawi Pos, remaja GKJ Sla wi berhasil mementaskan drama 1 babak berjudul "Musibah" naskah dan sutradara CK.Kartono.

Setelah 1970 oleh suatu hal maka Broto Saputro "menghilang" dan beberapa waktu kemudian dikhabarkan berada di Metro Lampung , Sumatera. Sehingga kegiatan persekutuan jemaat Margasari otomatis mati suri karena kehilangan majelisnya sekaligus tempat ibadah (rumah kontrakkan Broto Saputro tutup / tak berpenghuni). Peristiwa ini berakibat pada "kian susutnya jemaat Mar¬gasari. Yang masih setia beralih ibadahnya bergabung di persekutuan Prupuk, Apalagi setelah Sukadi (Majelis Kelompok Margasari) dipanggil Tuhan dalam sebuah operasi penyakit diperutnya, maka jemaat Margasari benar-benar kehilangan majelis yang memang hanya dua orang itu. Akhirnya Jemaat Prupuk bertambah warganya pindahan dari sisa jemaat Margasari. ***



KILAS BALIK PERSEKUTUAN JEMAAT DI PRUPUK

Prupuk sebenarnya tak lebih sebuah pedukuhan di wilayah Kecamatan Margasari, + 3 km kesebelah barat, menyusuri jalan raya jurusan Purwokerto. Kelurahannya di Kaligayam, juga desa yang sepi. Namun Prupuk menjadi "besar" karena stasiun kereta apinya yang saat itu setara dengan stasiun Tegal. Kenapa Belanda yang membangun rel dan stasiun kereta api begitu megah itu di sebuah pedukuhan sepi? Tak banyak nara sumber obyektif yang bisa didapat dari misi Belanda yang saat itu menjajah negeri ini. Namun jika ditilik dari letak geografis Prupuk yang ber¬ada di wilayah pebukitan kaki G. Slamet, nampaknya memiliki pusat dan tujuan kondisi yang cukup penting. Kecuali di Prupuk terdapat sebuah TPK (Tempat Penimbunan Kayu) jati yang cukup besar milik (saat itu) Jawatan Kehutanan, stasiun Prupuk mengatur perjalanan 3 trayek ke tiga jurusan penting : ke selatan Purwokerto dan menembus Jogjakarta serta Solo. Ketimur: Tegal, Pekalongan, Sedang ke barat: Cirebon, Jakarta, Bandung. Prupuk juga memiliki persimpangan jalan raya Purwokerto – Tegal –Brebes dan ke kota-kota di Jawa Barat. Menurut logika Belanda yang mendarat di Tegal , gerak maju ke darat lebih cepat dengan kereta api yang menurunkan pasukan tempurnya di Stasiun Prupuk.

Kemudian dari stasiun Prupuk ini sebaran pasukan infantri maupun perlengkapan Belanda segera didistribusikan dalam waktu relatif singkat ke tempat-tempat penting seperti Margasari, Balapulang tembus ke Slawi. Ke utara Songgom, Larangan, Ketanggungan, Brebes serta arah selatan Tonjong, Bumiayu, Ajibarang; dan Purwokerto. Logika ini dibenarkan oleh para penduduk berusia lanjut di daerah Prupuk dan Margasari yang saat itu mengalami peristiwa langsung masa pendudukan Belanda di wilayah Tegal dan Brebes ysng berlangsung begitu cepat. Daerah-daerah yang menjadi peaguasaan Belanda akhirnya menuruti aturan-aturan yang berlaku, antara lain areal tanah pertanian di Prupuk dan sekitarnya dijadikan perkebunan kapas dan jarak yang tenaga kerjanya diambil dari rakyat. Beberapa perumahan dibangun Belanda di Prupuk. Demikian pula seorang pengusaha Belanda membangun usaha tobong pembakaran gamping (kapur). Banyak para pekerja gamping maupun perkebunan diambilkan dari orang-orang Jawa setempat. Inilah saat bermula banyak penduduk setempat yang mengenal kehidupan keluarga Belanda, termasuk mulai mengenal agama Kristen. Sopir truk pengangkut gamping bernama Wajad, diantaranya mulai yang terjun mendalami ajaran Kristen. Apalagi di sekitar Prupuk (Mlodok, Kaligayam, Bendungan, Pakulaut bahkan Tegalwangi) sudah mulai tersebar kepercayaan baru yang disebarkan Kyai Sadrach. Kepercayaan ini juga mempertuhan Yesus, hanya bersifat ke-Jawa-an. Menurut cerita, pengikut mereka bahkan mencapai 400 jiwa lebih. Mereka bergabung dalam persekutuan jemaat Prupuk, dengan mengambil tempat dirumah-rumah penduduk yang telah menjadi warga secara bergilir. Diantara pengi¬kut ajaran Sadrach di Prupuk adalah seorang yang dikenal bernama Singamenggala.

Sewaktu perkembangan di Slawi cukup baik dengan kehadiran batalyon tentara Banteng Raiders (BR) tahun 1953 diantaranya Lettu Sisworiyanto, pelayanan ibadah yang dirangkap oleh Pdt. Prawirotirto dan guru Injil Isbandi juga dibantu dengan hadirnya guru Injil S. Wirjosoemarto dari daerah Banjarnegara / Banyumas. Melihat perkembangan persekutuan orang-orang percaya di wilayah Prupuk nampak semakin baik, S.Wirjosoemarto ditugasi untuk melakukan penggembalaan di wilayah Prupuk dan sekitamya. la se¬gera menemui Singamenggala, yang ternyata dengan gembira memperoleh banyak "pelajaran" dari guru Injil S.Wirjosoemarto. Selama ini Singamenggala memang haus akan ilmu "sejatining urip" yarag senantiasa ia cari. Dan dari: S.Wirjosoemarto itulah Singamenggala memperoleh wejangan ilmu tersebut, yang ternyata hanya didapat dari pengorbanan Tuhan Yesus Kristus, Anak Allah yang hidup. Sejak saat itu Singamenggala menganggap S. Wirjosoemarto sebagai gurunya, dan dengan tekat bulat mendirikan persekutuan jemaat Kristus di Prupuk. Ibadah mulai diatur sedemikian rupa secara bergilir dari rumah ke rumah yang lain.

Kehidupan yang selama ini ia cari telah keternu. Apa yang diberikan oleh S.Wirjosoemarto sebagai "wulangan" yang mereka dambakan sebagai tuntunan hidup. Sayang, disaat banyak jemaat Prupuk yang memperoleh sakramen permandian suci/baptis seperti Sutar, Bangi, Sirodj, Tayem, Soejat, Kadjat, Wadjad, Soemitro (masing-masing bersama isteri/suami) Singamenggala tersandung halangan (beristeri dua yakni Waji dan Nasem). Seiring perjalanan waktu jemaat Prupuk berkembang cukup cepat, mereka rindu tempat ibadah permanen yang layak. Niat ini semakin terdorong sewaktu hadir seorang petugas kesehatan dari Salatiga yang bertempat di Margasari dan ikut aktif menggembalakan jemaat Prupuk. Dia adalah Broto Saputro, yang juga mulai mendirikan persekutuan jemaat di Margasari, sekitar 1957. Berkat kegotong-royongan warga, tahun 1958 jemaat berhasil membangun secara sederhana tempat khusus berupa bangunan gereja diatas tanah milik Wirdja (seorang mandor perkebunan karet). Sebelumnya tanah tersebut bekas kandang sapi milik Belanda. Dana gotong-royong didapat dari swadaya jemaat, disamping bantuan dari GKJ Tegal serta GKJ Banyumas. Berdirinya gereja di Prupuk, kian menyalakan semangat beribadah jemaat. Warga-warga baru berdatangan, antara lain Laloan (anggota tentara dari Tonjong) bersama keluarga, juga Selano (Mantri Kehutanan TPK Prupuk} sebelum pindah ke Balapulang juga pernah menjadi warga jemaat Prupuk bersama keluarga. Jemaat Prupuk berasal dari desa/pedukuhan sekitarnya: Kaligayam, Pakulaut, Mlodok, Bendungan, Margasari, Gardu, Tonjong disamping Prupuk sendiri. Bahkan desa/pedukuhan sekitar yang masuk wilayah Brebes yakni Tegalwangi dan Wlahar, meski untuk pulang-pergi ke gereja mereka harus menyeberangi sungai Pemali yang cukup lebar. Kehidupan berjemaat juga tidak terusik meski menjelang tahun 1960 berkecamuk pemberontakan DI/TII yang sering menimbulkan huru - hara merampok rakyat bahkan kadang membunuh penduduk serta membakar rumah-rumah.

Namun keutuhan jemaat menjadi goyah ketika tahun 1965 pecah peristiwa G.30/S.PKI. Ada pihak-pihak tertentu yang secara politis memanfaatkan peristiwa ini sebagai "kekuatan" yang membendung arus perkembangan pengikut Kristus di Prupuk. Mereka melancarkam tuduhan bahwa orang-orang Kristen berinterakasi dengan PKI. Benar-benar issu politik yang sangat manjur! Karena spontan jemaat Prupuk turun drastis! Terutama yang berasal da¬ri Bendungan, Mlodok, Pakulaut, Tegalwangi dan Wlahar. Mereka takut dituduh PKI dan tak mau ke gereja lagi.

Setelah tahun 1970 Broto Saputro tertumbuk pada sebuah masalah yang sangat menyulitkan sehingga satu saat ia "menghilang" bersama keluarganya. Disaat itulah terbetik kabar berita dia sekeluarga pindah ke Metro , Lampung, Pulau Sumatra. Otomatis Broto Saputro tak lagi menggembala jemaat di Prupuk. Bahkan persekutuan di Margasari pun kebingungan dan akhirnya punah. Sisanya bergabung di Prupuk, termasuk Suyanto dan Sri Mangesti dua - duanya guru dari daerah timur. Pelan tapi pasti,jemaat Prupuk yang banyak "kehilangan" jemaat gara-gara isu dari sebuah pristiwa, mulai bertambah lagi dari penggabungan Margasari. Juga kehadiran Moeso Paulinus, mantri kesehatan pindahan dari daerah Purbalingga bertugas di stasiun Prupuk serta Elsih Lestari, guruSMP. Pada periode delapan puluhan tersebut jemaat Prupuk tinggal 39 KK (168 jiwa). Para penggembala jemaat Prupuk yang sempat menjadi majelis hingga sekarang adalah: Wadjad, Broto Saputro, Sukadi, Moeso Paulinus, Suyanto, Wiyono, Elsih lestari, Said, Kustiah, Wa'ud, Kusyanti dan Edy P.

Di Tahun 1993, gereja Prupuk memperoleh kunjungan Kasih dari GKJ Eben Haezer dipimpin Pdt. Djoko Sulistyo ,S.Th. Kunjungan juga memberikan bantuan seperlunya untuk rehab gereja. Berkat kegotong-royongan jemaat dan bantuan dari beberapa pihak, gereja Prupuk yang awalnya sering retak tembok karena tanahnya labil (tak tahan getaran/yang lewat dijalan raya depannya) sekarang diperkuat dan layak sebagai papan ibadah.
Penatua Suyanto dan Elsih lestari sebelum 1993 juga tergabung ke pengurus KDS (Kelompok Diakonia Setempat) Mitayani yang dikelola Klasis, acap kali memperoleh bantuan peningkatan ekonomi jemaat antara lain: Program penggemukan kambing, empang ikan lele dll. Mengingat beberapa warga memanfaatkan keramaian stasiun Prupuk untuk berjualan pecel dan asongan, Mitayani juga memberikan bantuan pinjaman modal. Disamping beberapa jemaat Prupuk berpenghasilan seba¬gai pegawai, bagian terbesar adalah petani buruh. Meski secara phisik mereka "sekeng" namun semangat serta kesetiaan mereka terhadap Kristus begitu besar. Banyak tokoh-tokoh tua yang masih tetap hadir disetiap ibadah minggu, disela-sela wajah generasi mudanya yang rata-rata masih terhitung anak. Generasi pemudanya lebih banyak mencari kehidupan di Jakarta. ***



KELOMPOK BALAPULANG MEMBANGUN

Akan halnya jemaat kelompok Balapulang setelah tahun 1972 perkembangannya cukup stabil. Meskipun majelis saat itu hanya dua orang yaitu : S.Hadisoeptapto (Penatua) dan Wagimin ( Diaken) namun jumlah itu cukup memadai mengingat kewargaan jemaat Balapulang sebatas 8 KK atau sekitar 26-30 jiwa. Tempat ibadah tetap berada di paviliun milik keluarga Ikhsan, sebuah ruang bekas poliklinik/balai pengobatan. Kegiatan ibadah minggu, PA, terkadang latihan pujian tetap berjalan lancar. Minimal 2 kali sebulan Pdt.S.Wirjosoemarto melayani khotbah dan PA di Balapulang. Adapun rapat majelis tetap berada di gereja Induk Slawi. Kondisi Balapulang jauh berbeda dengan Prupuk. Orang Pribumi asli sulit terpanggil. Setelah Kartono dan beberapa temannya mengikuti pemandian ia sendirian lagi sebagai remaja gereja, karena lain-lainnya pada pergi mencari hidup di kota lain. Namun jemaat sedikit memang "gampang diatur" dan kekompakannya / sikap kekeluargaannya amat kentara. Seperti pada saat Kartono tiba-tiba menemukan jodoh dan mengutarakan pada majelis keinginannya buat menikah, dengan ke-gotong-royongan yang mengharukan segenap warga mendukung proses pernikahan dengan serempak. Dan pernikahan, sebagai acara sakral yang semestinya bukan hal sepele, ternyata nampak begitu mudah terlaksana, termasuk pemberkatan nikah di gereja oleh Pdt.S.Wirjosoemarto dan nikah BS diruang tamunya Ibu Ikhsan. Kartono menikah dengan seorang gadis dari Purwodadi/Grobogan pada tanggal 27 Desember 1973. Tamatan SPG 1973 itu ikut kakak iparnya yang bekerja sebagai PCK (Polisi Chusus Kehutanan) pindahan dari KPH Purwodadi ke Balapulang. Berkat nampaknya tengah meliputi pasangan pengantin, karena beberapa waktu kemudian Kartono memerima panggilan kerja di Perhutani Balapulang, menyusul isterinya yang lebih dulu diterima sebagai guru TK PKK Batuagung. Berkat bagi gereja pun tumbuh dengan adanya Kartono di Perhutani, karena jika ada mutasi pindah dari luar yang masuk Balapulang dan beragama Kristen, langsung Kartono "memandu" mereka untuk beribadah di gereja. Diantaranya adalah anggota Polsus Sutedjo, bahkan semula non Kristen berhasil dipermandikan sekeluarga sebelum mereka pindah ke KPH Iain. Demikian juga Toelarno sekeluarga dan berturut-turut keluarga Kristen berikutnya. Sementara itu keluarga Wagimin juga satu persatu mulai datang seperti Sunarti, Khulimah, Kadarwati. Sedangkan Sama Sudaryono setelah beberapa waktu di Solo, kembali ke Balapulang dengan membawa isterinya, Subaningsih. Mengingat keduanya guru, keduanya langsung memperoleh formasi kerja mengajar di beberapa SD wilayah Balapulang. Keluarga pak Hadi dari Karanganom Klaten juga berdatangan seperti: bulik Sum, Parmadi dan Partini. Bulik Sum mengajar di TK Perwari Balapulang sedang Sri Partini mengajar di SD. Silih berganti mereka di Balapulang sehingga semakin menambah jumlah jemaat, Dalam beberapa tahun Gunawan Tri Djokopriyono (putra pak Hadi) juga ikut keluarga di Balapulang, meski tahun berikutnya harus melanjutkan kuliahnya di Bandung.

Gereja Balapulang yang mulai terasa "semarak" itu menjadi kian bergairah sewaktu Tuhan mengirim Ir. Tangsing Soetjipto dari Jepara ke Balapulang. Beliau adalah (semula) Kepala Seksi Perencanaan Hutan di Jepara dan pindah jabatan sebagai Administratur Perhutani KPH Balapulang sejak 1977. Pak Tangsing (demikian panggilannya) juga bersama isteri dan ke tiga putranya tiap minggu setia berdesak-desak di gereja Balapulang yang ruang jemaatnya berukuran 5X7m. Namun Pak Tangsing (yang dari sananya sudah asli GKJ) nampak tenang-tenang saja ibadah, seperti tak terpengaruh oleh kondisi gereja yang sempit atau kurang nyaman karena fasilitas gereja yang serba kurang dengan gereja-gereja di kota. Tetapi justru itulah kasih Tuhan yang nampaknya tak tega dengan kondisi jemaat Balapulang yang memiliki papan ibadah yang begitu kecil sehingga manakala jemaat bertambah sedikit saja, keadannnya jadi pengap berdesakan. Lewat saudara seiman Ir.Tangsing Soetjipto dan isterinya, jemaat Balapu¬lang banyak memperoleh misi pengembangan wawasan kedepan yang amat bermanfaat, diantaranya visi sarana ibadah masa datang yang nyaman dan lebih representatif. Dalam sebuah pertemuan warga jemaat Balapulang, pak Tangsing menyarankan agar majelis dan jemaat agar mulai merencanakan pembangunan gereja yang memadai. Sebab, jemaat Balapulang tentu saja tidak akan "nrimo ing pandum" dengan beribadah lewat pinjaman papan milik warga terus-menerus. Harus bisa mandiri, bisa memiliki gereja sendiri. Yang mampu menampung bukan hanya warga jemaat sekarang, tetapi juga perkembangan jemaat /orang-orang terpanggil dimasa datang. Sekarang memang sedikit. Siapa tahu Tuhan akan menuai panen berlimpah dimasa depan? Oleh karena itu rencana bangunan gereja haruslah cukup longgar, paling tidak berukuran 8 m X16 m dengan rincian 9 ruang jemaat, 4 al¬tar dan 3 m konsestori. Lingkungan gereja diharapkan agak longgar agar manakala pengembangan/pengadaan sarana/prasarana yang diperlukan masih tersedia Iahan. Semula jemaat termangu dengan wacana pak Tangsing, bagaimana mungkin mereka mampu membangun dengan modal jemaat kecil dan separuhnya adalah pendatang yang sewaktu- waktu pergi lagi? Pak Tangsing mengajak pak Hadi bedoa bersama jemaat yang hadir, mohon pertolongan Tuhan agar rencana membangun gereja ini diberkati. Akhirnya jemaat dengan "gilig" bertekad gotong-royong membangun gereja. Benteng kuat membangun secara material bukan karena pak Tangsing, melainkan bobotnya lebih pada keyakinan serta budi daya dalam segala hal bagi terwujudnya tujuan. Maka langkah awal yang segera ditempuh adalah membentuk Panitia Persiapan Pembangunan Gereja (P3G) pada tgl. 25 Pebruari 1979 bertempat dirumah dinas Adm.perhutani Balapulang Ir.Tangsing Soe¬tjipto dengan susunan pak Tangsing langsung sebagai Ketua I dan pak Hadi Ketua II. Kebetulan Perhutani KPH Balapulang juga kedatangan mutasi Kepala Kantor pindahan dari KPH Cepu bernama Sudarmadi. la juga seiman (GKJ). Maka langsung Sudarmadi ditunjuk sebagai Sekretaris I dan CK.Kartono Sekretaris II (susunan panitia lengkap terlampir). Demikian pula mutasi pejabat juga terjadi pada formasi jabatan Ajun Adm.Perhutani dengan hadirnya Ir.Soeyanto dari KPH Pekalongan. Meskipun ybs. bukan seiman (Katolik) namun karena dikantor Ajun adalah pembantu Adm, maka ia masuk dalam kepanitiaan sebagai Seksi Usaha. Jadilah kuat! Tidak dinyana Tuhan telah menyatukan "Tiga Jabatan Penting" di kantor Perhuta¬ni Balapulang: Adm.Perhutani, Ajun Perhutani dan Kepala Kantor Perhutani dalam satu wadah Panitia Pembangunan Gereja Balapulang. Sungguh luar biasa bahkan jika mau ditambah pelaksana administrasi / sekretaris II adalah Humas Perhutani Balapulang. CK. Kartono

Benar benar kuasa Allah saja adanya tinggalah tekad itu diwujudkan dalam kerja ynag nyata apakah melaui gerak Iangkah kedinasan? tentu tidak! Dibawah ibu Tangsing Soetjipto ibu - ibu jemaat Balapulang pun ikut sibuk membuat usaha masakan /catering yang dijual secara pribadi maupun organisasi al. Wanita Jemaat Slawi dan Jatibarang, GOW dan PKK Kabupaten Tegal bahkan ibu-ibu PG. Pangkah (ibu Sri Sadono cs). Sementara pak Tangsing, pak Darmadi maupun pak Suyanto secara "getok tular" juga memberitahukan kepada rekan pejabat seiman dikalangan Perhutani Jawa Tengah. Dan "mengalirlah" dana bantuan pembangunan. Para pedagang kayu di KPH Balapulang melihat "Bapak Adm. jadi Ketua Pembangunan Gereja, dengan suka rela mereka senantiasa memberikan tambahan "fee" dalam tiap pembelian kayu. Banyak memang cara. yang dilakukan Panitia dalam upaya mewujudkan kerinduan memiliki rumah Tuhan. Meskipun banyak cara, namu n panitia senantiasa berhati-hati agar tidak menghalalkan setiap cara bisa di¬lakukan! Sebab yang akan dibentuk dari hasil pengumpulan dana adalah sesuatu yang kudus “Rumah Allah”. Dan membangun Rumah Allah di Balapulang ini bagian dari kewajiban setiap orang percaya untuk bersaksi. Sehingga thema dari kerja keras bergotong royong jemaat Balapulang dalam upaya menjabarkan cita-citanya adalah “MEMBANGUN UNTUK BERSAKSI” Tentu saja, jemaat Balapulang sendiri yang "punya gawe" tidak cuma mengandalkan kerja keras panitia. Semua kerja keras. Tentunya dengan otak yang dingin, agar hasilnya layak/enak dinikmati. Disamping kolekte persembahan mingguan dan bulanan semakin dipergiat, "Kartu Kuning" yakni sebutan sebagai Kartu Pembangunan juga diadakan jemaat sebagai *pelepas rindu" untuk mengejawantahkan harapannya. Pak Hadi selaku majelis juga dengan trengginas senantiasa menyampaikan informasi pembangunan gereja disetiap rapat majelis di Sla¬wi. Forum rapat majelis yang senantiasa dihadiri pepanthannya yakni: Jatibarang, Balapulang, Prupuk disamping wilayah Slawi sendiri, hakekatnya semua mendukung proses pembangunan di Bala¬pulang dan pada saat-saat memungkinkan mereka akan membantu ikut meringankan beban Balapulang. Pdt. S.Wirjosoemarto menekankan faktor perbantuan ini sebagai wujud " sangkul sinangkul ing bot repot" sebagaimana yang dikehendaki Allah bagi segenap warga patunggilan. Apalagi pada waktunya kelak, kita masing-masing juga memerlukan membangun gerejanya masing-masing. Kita saling bantu mana yang lebih dulu.
Langkah panitia berikutnya adalah survei lapangan guna penentuan Iokasi. Lagi-lagi Tuhan memberkati. Pak Hadi menemukan sebuah lokasi tanah/pekarangan milik Sutrisno / demang pasar Balapulang yang bermaksud menjual tanahnya. Lahan tersebut seluas 46,5 X14,1 m2 = 657m2 bertempat di jalan Veteran, sebelah utara jalan, depan Puskesmas Balapulang. Terjadi tawar-menawar harga, dan akhirnya pada tanggal ,1 Agustus 1979 panitia berhasil membeli sebidang tanah tersebut dengan harga Rp 600.0000,- langsung dibayar lunas. Pak Hadi juga segera mengurus ke kantor Agraria Tegal guna pemisahan sertifikat dari tanah milik Soetrisno yang masih ada disebelahnya.

Dalam pertemuan evaluasi perkembangan gerak kepanitiaan, dibahas seluruh kegiatan panitia serta menentukan program berikutnya. Bahwa sudah didapat berkat Tuhan berupa bantuan-bantuan dana dari seksi Usaha, usaha masing-masing pribadi, dari jemaat maupun dari banyak sektor sebagai modal pembangunan dan telah berhasil membeli sebidang tanah calon bangunan gereja. Sayang sekali pak Darmadi secara dinas dimutasikan ke KPH Banyumas Barat ,Purwokerto. Oleh karenanya CK.Kartono selaku Sekretaris II naik menjadi Sekretaris (hanya satu. Jadi tidak sekretaris I atau II). Program berikutnya adalah tugas sekretaris menyurati gereja-gereja seiman dan sejalur (GKJ dan GKI) bahkan GKJW (Gereja Kristen Jawi Wetan).
Disamnping itu juga mulai merancang bestek/gambar gereja yang akan dibangun. Tugas itu diberikan kepada CK.Kartono yang memang dikenal sebagai tukang gambar alias pelukis, namun juga didampingi oleh Rastubi (Kepala Bagian Bangunan Perhutani Balapulang) yang membantu merancang biayanya sekaligus pelaksanaan phisik di lapangan. Pengawasan tukang oleh Tardjono, staf Bangunan Perhutani Balapulang. Meskipun keduanya non Kristiani, namun karena yang memerintah pak Adm-nya, merekapun siap bahkan mengerjakannya de¬ngan penuh kehati-hatian.

Tahun 1981 sebagai perdana surat-surat permohonan bantuan mulai dilayangkan beberapa diantaranya ke Pemda Kabupaten Tegal. Puji Tuhan, karena pada 8 Pebruari 1981 Bupati Tegal Hasyim Dirdjosoebroto telah memberikan bantuan dana atas nama Pemda uang sebesar Rp250.000,- (diistilahkan: seperempat juta ) kepada S.Hadi Soeprapto selaku Tua-tua sekaligus mewakili Panitia dan jemaat GKJ Pepanthan Balapulang. Bantuan dana diberikan dihadapan para pejabat Muspika Kec. Balapularag para tokoh masyarakat/agama bertempat dipendapa kecamatan Balapulang.

Tanggal 6 Mei 1981, tanah gereja berhasil disertifikatkan. Guna mempermudah proses, sementara sertifikat tersebut atas nama S.Hadi Soeprapto mewakili jemaat Gereja Kristen Jawa Balapulang. Tetapi disaat kemudian keluarga S.Hadisoeprapto (Isteri/anak-anak) membuat surat pernyataan bahwa tanah gereja adalah milik gereja Kristen Jawa Balapulang. Mengingat posisi dana dianggap cukup untuk memulai pembangunan meski sebatas pembuatan fondasi, pada tanggal 5 Juli 1981 dilaksanakan acara Peletakan Batu Pertama pemasangan fondasi bangunan Gereka Kristen Jawa Kelompok Balapulang. Acara yang diselenggarakan selepas kebaktian Minggu itu disaksikan oleh para pejabat Muspika Kecamatan Balapulang, Pembantu Bupati Tegal : Drs. Harsoyo ,Danramil Balapulang : Kapt. M. Safari, Tokoh Veteran : M. Gardjito Munief Son, Tokoh Pendidikan : Matlab Sastrowidjoyo dan Moch. Isbad Yus Effendi dan segenap Panitia Pembangunan Gereja yaitu : Ir.Tangsing Soetjipto beserta segenap majelis dan jemaat GKJ Klp. Balapulang. Saat bersejarah peletakkan batu pertama dilakukan oleh Pdt. S.Wirjosoemarto dan diteruskan Pembantu Bupati/Wedana Balapulang Drs. Harsoyo mewakili Muspika dan tokoh/Pemuka Agama serta Ir.Tangsing Soetjipto atas nama Panitia Pembangunan dan mewakili Majelis/jemaat GKJ Klp.Balapulang. Sambil menanti usaha dana berikutnya, pembangunan fondasi diperuntukkan bagi bangunan induk berukuran 16X8m dengan rincian 9 m ruang jemaat, 4 m altar dan 3 m ruang konsestori. Selepas bangunan fondasi selesai, sementara berhenti beberapa waktu Iamanya.

Kembali Seksi Usaha memutar otak guna melansir program usaha baru, kali ini mencoba mencari donatur yang bersedia membantu.Yang penting bukan pinjaman atau pemberian yang mengikat. Dari beberapa yang tercatat, tidak sedikit perbantuan dari rekan-rekan keluarga jemaat yang berada dikota lain, atau mantan jemaat Balapulang yang masih tetap ingat kampung halamannya. Atau juga bekas karyawan Perhutani Balapulang yang sudah mutasi kerja ke KPH lain acapkali masih sedia mengirim dananya secara insidentil maupun berkala. Jika tahap pertama sekretaris sudah menyebar surat permohonan dana bagi gereja-gereja seiman/sejalur (GKI/GKJ) ternyata banyak diantara mereka yang terketuk dan turut berpartisipasi me¬ngirim bantuannya. Kali ini sekretaris mencoba ke perusnhaan-perusahaan rokok/swasta (contoh: Gudang Garam, Jambu Bol dll. meski kurang berhasil. Namanya usaha, berhasil menjadi tujuan, tidak berhasil kan sudah mencoba? Sekretaris tak patah semangat dengan mohon berkat Tuhan dan jemaat pun tetap berswadaya tetap memperlancar Kartu Kuningnya, surat-surat permohonan dana kali ini tertuju pada kantor-kantor Kedutaan Besar negara-negara yang latar be-lakangnya Kristiani seperti Amerika Serikat, Belanda, Jerman Barat/Timur, Australia. Beberapa Kedutaan Besar menjelaskan ketiadaan dana bagi plotting bantuan sarana peribadatan. Untuk Kedutaan Belanda mengarahkan agar permohonan dana pembangunan gereja diarahkan ke alamat: International Fonds, Diakonie Stutgart - Jerman Barat. Namun lembaga tersebut menjawab dengan bahasa Inggris jika pada tahun itu (1981) dana-dana pembangunan/diakonia tengah diperuntukkan bagi bantuan kemiskinan di Ethiopia. Sehingga surat yang tertanggal 6 Desember 1981 itu hanya menjadi pemahaman panitia. Demi terwujudnya pembangunan yang berlanjut serta senantiasa doa kepada Tuhan, panitia tetap melanjutkan daya-upayanya. Cobalah mohon kepada pemerintah, mengingat saat itu seringkali lewat media TV atau koran, pemerintah seringkali memberikan bantuan dana bagi pembangunan sarana-sarana ibadah (non Kristen). Kenapa Kristiani tidak? Cobalah. Maka sekretaris segera mengajukan permohonan dana Presiden dengan nomer surat : 05/PAN.GKJ/B1P/1983. Namun dijawab oleh Sekneg bahwa tidak ada dana untuk sarana peribadahan karena Dana yang dikelola Yayasan Dharmais untuk Panti Jompo.

Jawaban senada (tak ada dana bagi sarana peribadatan) juga diberikan oleh Wakil Presiden (saat itu Adam Malik), Menteri Agama RI, serta Gubernur Jawa Tengah pada tahun 1983. 0leh Gubernur Jateng disarankan pula agar permohonan bantuan disertakan uraian/proposal lengkap. Meski tidak semua surat-surat permohonan bantuan da¬na berhasil, namun panitia tetap tak berkecil hati. Memberi/tidak memberi pokoknya panitia tetap berusaha, dan ternyata Tuhan mengetuk juga bagi mereka-mereka yang sedia membantu/memberi. Pak Ir. Tangsing maupun pak Hadi selalu memberikan semangat bagi segenap warga jemaat untuk tetap berdoa agar daya-upaya membangun gereja pada akhirnya tetap akan berhasil dituntaskan, meskipun acapkali pembangunan berhenti untuk "menghela nafas" mengingat kondisi dana. Dan istirahat membangun ini kadang bisa berbulan-bulan. Sewaktu upaya pencaharian dana mulai terkumpul, dimulai pula pembangunan tahap berikutnya.

Dalam urusan membangun ini, peran pak Rastubi (KBB Perhutani Balapulang) sungguh sangat besar. Pada akhirnya di bulan Agustus 1984, bangunan gereja induk sudah mulai berdiri, walaupun belum ada daun pintu manpun daun jendela-jendelanya serta lantai tegel. Dibulan Oktober, tepatnya 28 Oktober 1984 dimana bangunan gereja telah berhasil ditutup dengan pintu serta jendela (tinggal lantai tegel), dibentuklah panitia Peresmian Ge¬reja Kristen Jawa Kelompok Balapulang dengan Ketua S.Hadisoeprapto, Sekretaris CK.Kartono dan Bendahara Ibu Sunarti (Susunan Panitia terlampir). Dirancang pelaksanaan peresmian sekaligus bersamaan dengan penyelenggaraan perayaan Natal 1984, dengan harapan sisa waktu dua bulan (Oktober-Nopember-Desember) panitia sudah ber¬hasil menutup lantai dengan tegel. Meskipun sesuai dengan bestek gambar gereja komponen komplek bangunan lengkap) dengan sarana/prasarana (kamar mandi/WC, sumur, gudang, ruang penekun) namun meng¬ingat skala prioritas sekaligus jemaat merindukan segera dapat beribadah di gereja baru, maka meskipun baru bangunan induk yang dianggap sudah jadi, peresmian tetap akan dilaksanakan. Apalagi ide tersebut didukung kuat oleh Pak Tangsing selaku pemrakarsa,di mana sejak September 1983 beliau telah dimutasi pindah ke KPH Purwodadi. Sehingga ditinggalkannya Balapulang, pak Tangsing telah menyelesaikan tanggungjawabnya sebagai Ketua Pembangunan Gereja. Ujian beratpun menimpa jemaat Balapulang. Disaat sibuk-sibuknya panitia menyiapkan segala sesuatu keperluan rencana peresmian, sekonyong-konyong pak Hadi harus opname dirumah sakit Kardinah Tegal. Akhirnya Kartono (sekretaris) segera mengambil alih tangung jawab Ketua. Segala seuatu yang belum tapis, segera dituntaskan. Dan, sehari sebelum acara peresmian, pak Tangsing, ibu serta putra-putra hadir di Balapulang sekaligus gladi bersih. Semua bidang kegiatan di chek, pak Tangsing menganggap semua "aman". Malam hari ibu Hadi mendapat telpon dari Bupati Tegal bahwa beliau tidak dapat hadir pada peresmian karena beliau meresmikan penggunaan Gedung Koperasi Guru Kecamatan Pagerbarang, Benar diantara tamu-tamu yang hadir pagi harinya, Bupati Tegal mewakilkan pada H.Moetohar (Kepala DPU Kab. Tegal) didampingi beberapa tamu tingkat Kabupaten, Muspika Kec. Balapulang, Majelis dan jemaat GKJ Induk Slawi, kelompok Prupuk, Jatibarang maupun Balapu¬lang sendiri, para tokoh masyarakat, pendidik, pemuka agama serta tetangga dilingkungan sekitar gereja. Selepas sambutan Ketua Panitia/riwayat singkat GKJ Klp. Balapulang dan Camat Balapulang acara pokok ditengarai dengan pembukaan selubung papan nama gereja oleh H.Moetohar selaku wakil Bupati Tegal, pengguntingan pita oleh Pdt. S.Wirjosoemarto dan pembukaan kunci pintu depan oleh Ir.Tangsing Soetjipto. Bersamaan dibukanya pintu depan, seluruh hadirin masuk gedung gereja, meninjau ruangan sekaligus santap siang (karena dalam gereja telah tersedia meja prasmanan). Acara di siang itu ditutup dengan doa oleh Sdr. Ayub majelis/Diaken dari GKJ Slawi, tanggal 23 Desember 1984 dimulai jam 10.00 siang. Disaat bahagia itu cukup mengharukan jika pak Hadi masih berbaring dirumah sakit. Ibarat Musa yang mengiring bangsanya selama 40 tahun namun tak berhasil masuk ditanah Kanaan, demikian juga pak Hadi, penebar benih pertama Kristiani di Balapulang, tak berhasil menyaksikan kebahagiaan peresmian penggunaan gereja yang dinahkodai selama ini.

Malam harinya gedung gereja baru langsung dipakai untuk acara perayaan Natal 1984 GKJ Kelompok Balapulang. Natal pertama digereja baru, begitu indah serta membahagiakan, menibungkus kesedihan dengan tanpa pak Hadi. Namun kiranya Tuhan memberikan kekuatan serta kesabaran kepadanya dan cepat sembuh. Pak Tangsing Soetjipto selepas acara peresmian tadi siang langsung pulang ke Purwodadi, mampir dulu menjenguk pak Hadi. Beliau menyatakan suka cita dan kegembiraannya atas kerjasama yang kompak dan baik sehingga baik kerjasama panitia selama ini sampai dipuncaknya dalam acara peresmian, semua berlangsung lancar dan sukses dan selamat "Bapak Prakarsa" demikian kami menyebut pak Tangsing, seperti se akan menjadi bapak jemaat pasamuan Balapulang. Beliau berpesan: “Jagalah yang dengan susah-payah dibangun, agar bermakna serta berguna untuk jemaat maupun mereka kelak yang akan terpanggil,Kiranya gereja baru mampu bersaksi sebanyak-banyaknya tentang Kristus”. ***



BABAK BARU PERINTIS DIPANGGIL

Minggu-minggu setelah peresmian wajah-wajah jemaat selalu nampak ceria beribadah, masih diliputi suka cita mendapatkan gereja baru. Sungguh mereka menikmati. Pertengahan bulan Januari 1985, pak Hadi sudah pulang dari rumah sakit dan kembali berkumpul ditengah keluarga, ditengah jemaat. Pak Hadi begitu terharu bersyukur melihat bangunan gereja sungguh berkat yang luar biasaa yang dianugerahkan Tuhan untuk jemaat Balapulang. Sejak ia datang di Balapulang tahun 1954 dan 1955 mulai bergabung dengan teman teman membentuk persekutuan jemaat Balapulang, suka-duka menebar benih iman. Begitu susahnya iman Kristiani disini tumbuh, tetapi sungguh luar biasa Tuhan mewujudkan rumahNya disini. Jika pribumi sementara ini sulit bertumbuh, pakai pendatang pun jadi. Barangkali pribumi untuk sementara diwakilkan pada Kartono, yang diformulasikan dengan pendatang, jadilah terbentuk gereja baru. Jadi apa dan bagaimanapun Balapulang akhirnya mampu "ditembus" dengan mulai bertumbuhnya Pasamuan Kristen.

Keceriaan jemaat GKJ Kelompok Balapulang tidak berlangsung lama. Praktis kurang lebih setengah bulan pak Hadi bersanding bersama keluarga dan jemaat sebab penyakitnya mulai kambuh. Pak Hadi tidak berkenan dibawa kerumah sakit kembali, la ingin beristirahat dirumah. Dan tanggal 5 Pebruari 1983, pak Hadi dipanggil Tuhan, pulang ke rumah Bapa di Surga.

Pak Hadi telah pergi. Jenazahnya dimakamkan di makam Kristen Balapulang. Perintis gereja Balapulang, yang pertama mengawali, dengan tekun menebar benih, kini telah dipanggil. Kehilangan induk nyakah pasamuan Balapulang? Secara manusiawi mereka memang kehiIangan. Namun majelis Balapulang masih tinggal dua orang: CK.Kartono dan Sama Sudaryono, Prosesi kepemimpinan spontan berlangsung sedangkan Wagimin sementara lereh karena beberapa hal. Meskipun secara kuantitas jemaat gereja ini tidak bertambah, namun warga senantiasa berlangsung sepertl datang dan pergi. Pak Tangsing keluarga pergi dan pak Hadi dipanggil Tuhan, tetapi mutasi di Perhutani menghadirkan lagi dua keluarga pejabat Perhutani yang Kristiani. KBB baru, JF Anggen datang demikian pula Asper Margasari yang baru, Ir. Wibowo Hadisoedarmo.Keluarga pak Anggen memang GKI, tetapi di Balapulang lebih sering beribadah di GKJ Balapulang. Adapun keluarga pak Bowo memang GKJ sehingga bergabung langsung ke jemaat Balapulang. Nampaknya angin pembangunan berhembus kembali. di GKJ Klp. Balapulang. Ketua Pembangunan lama pak Tangsing yang pergi dan diganti pak Hadi yang di panggil Tuhan, beberapa waktu terjadi kekosongan. Pak Bowo merasa terpanggil untuk ikut me!anjutkan pembangunan. Dalam sebuah pertemuan Panitia Pembangunan Gereja bertempat dirumah dinas As¬per BKPH Margasari di Balapulang, pak Bowo tertunjuk mengisi kekosongan mengganti Ketua, setelah untuk sementara kekosongan panitia diisi oleh Sunarto ( guru SMA II Slawi) yang juga beberapa waktu lamanya menjadi jemaat GKJ Balapulang. Program pelanjutan pembangunan segera disusun, berencana segera membuat pelindung bangunan induk gereja dalam bentuk tembok keliling. Untuk skala prioritas dalam tahun 1985 adalah tembok keliling disamping kanan dan kiri gereja kedepan. Pak Bowo mengupah beberapa tenaga Bongkar Muat kayu dari Perhutani setelah selesai mengangkut kayu truk memuat batu batu yang dikumpulkan disuatu tempat di petak hutan yang dulu bekas landasan pesawat udara di jaman tentara Dai Nippon/Jepang. Lokasi tersebut disebelah barat desa Kalibanteng, sekarang berupa hutan jati. Dari bawah tegakan jati tersebut berhasil dikumpulkan batu-batu bekas landasan udara dan berhasil dikumpulkan sebanyak 5 truk. Pak Anggen juga mengupah orang memecah batu-batu besar dibelakang gere¬ja juga di pekarangan rumah dinasnya KBB Perhutani Balapulang. Batu-batu belah itu terkumpul tak kurang dari 6 m3. Untuk fondasi sampai batu-batu itu berlebih. Demikian pula batu-batu koral untuk cor beton, juga berlebihan. Tak tanggung-tanggung, 10 rit pasir didatangkan pak Anggen dengan truk-truk pengangkut material pembangunan sarana/prasarana jembatan-jembalan ditengah hutan. Dengan adanya bahan-bahan dasar pembangunan yang cukup tersedia, maka pembangunan dinding tembok keliling relatif lebih cepat diselesaikan. Tahap pertama bangunan induk gereja berhasil diamankan dengan selesainya dinding kanan/kiri gereja, adapun depan gereja berupa pagar teralis dan pintu darurat. Pak Bowo dan pak Anggen nampak belum puas, jika tanah belakang gereja belum tertutup. Karena di lahan itulah rencana dibangunnya sarana kamar mandi, WC, gudang maupun ruang penekun sebagaimana tercantum dalam gambar bestek. Padahal batu, pasir, coral juga masih tersisa banyak. Akhirnya selepas pertengahan tahun 1985, tembok keliling belakang gerejapun mulai disentuh. Bekerjasama dengan jemaat yang juga aktif dengan "Kartu Kuningnya”, sekretaris dengan surat -surat permohonan dananya (dikenal dengan surat "Pembinaan Hubungan Baik), Seksi Usaha dengan bermacam kiat dengan para donatur, maka material yang banyak dibantu pak Anggen (semen PC sebanyak 150 kantong / zak) dengan seksama dapat diimbangi dengan pembiayaan tukang / tenaga kerja. Sehingga akhir tahun 1985 seluruh areal komplek gereja berhasil ditutup. Puji Tuhan. Gereja benar-benar aman, karena dulu waktu masih terbuka, gedung gereja/ dindingnya sempat menjadi corat-coret tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. ***



SEREMPAK MEMBANGUN IMAN DAN RUMAH TUHAN

Sejak diresmikannya Gereja baru, ibadah spontan pindah dari gereja lama di paviliun milik keluarga Ikhsan Reksohadiatmodjo. Cukup lama beribadah disana, sebelum akhirnya beralih di gereja baru. Sekitar 20 tahun, sejak 1964 hingga 1984. Pihak gereja benar - benar menyampaikan terimakasih. Sebelum gereja lama itu ditinggalkan, diadakan renofasi seperlunya selanjutnya diserahkan kembali pada keluarga Ikhsan Reksohadiatmodjo.

Persekutuan jemaat kelompok Balapulang memang kecil. Tak pernah jemaatnya mencapai jumlah 50 orang. Bahkan 40 pun rasanya sulit dicapai. Jumlah itu terdiri dari (tahun 1985) 11 KK dengan latar belakang PNS pendatang seperti guru SMA, guru SMP, guru-guru SD , Pejabat perhutani, Karyawan Puskesmas. Anak anak setelah lulus SMA melanjutkan sekolah/ bekerja ke kota lain. Itulah sebabnya jemaat Balapulang minim pernuda/remaja, demikian pula keberadaan Sekolah Minggu sangat bergantung dari kondisi putra-putri jemaat. Jika lebih dari 3 orang (4 keatas) maka Se¬kolah Minggu diselenggarakan. Sebaliknya SM pernah cukup lama tak dapat diselenggarakan karena keadaan yang tidak memungkinkan. Guru SM pertama dulu dikenal Sri Partini, kemudian Sunarti dan pada tanggal 17 September 1985 datang Sdri. Kristi Atminah lulusan PGAK Jogyakarta. Karena anak-anak jemaat GKJ Balapulang sedikit, maka anak-anak seusia SM ini dikoodinir menjadi satu antara putra-putra jemaat GKJ, Bethel dan GPdl Balapulang, bertempat di gereja Bethel yang lokasinya berada ditengah.

Menggemuruhnya gairah pembangunan dengan semangat "urunan",Kartu Kuning, donatur, kerja-bakti (nyaris setiap minggu) tidak mengendorkan semangat beriman. Ibadah minggu tetap berjalan lancar dan tak pernah "satu" minggupun kebaktian kosong/gagal. PA pun tak pernah terganggu, meski tahun 1983 Pdt. S.Wirjoaoemarto telah mulai emiritus, tetapi sebelum ada gantinya, untuk sementara "Mbah Wir" (sebutan baru) masih tetap aktif baik melayani khotbah maupun kegiatan kegerejaan lainnya (beston, persekutuan doa, perjamuan kudus dll). Atas usulan warga, ibadah minggu bisa dilayankan dengan bahasa Indonesia usul tersebut disetujui oleh forum majelis pada tanggal 21 April 1985 dengan pengaturan: Minggu I dan III bahasa Indonesia dam Minggu II dan IV bahasa Jawa, sebelumnya, sejak berdirinya persekutuan jemaat Balapulang pada tahun 1955, pak Hadi tetap mempertahankannya dengan bahasa Jawa. Demikian pula penggunaan tanda bel dimulainya ibadah, mulai berlaku sejak 16 Juni 1985. Kelengkapan sarana-sarana ibadah ini semakin dicukupi disaat-saat berikutnya antara lain: papan pengumuman, board liturgi, penggantian mimbar khotbah. Semua mengikuti kondisi gedung sehingga kian lengkap tercukupi, termasuk penambahan beberapa kursi jemaat.
Akan halnya pengurusan permohonan tanah makam juga tetap dilanjutkan. Selaku majelis, Kartono berprinsip: seluruh permasalahan gereja yang dulu ditangani pak Hadi harus tetap dilanjutkan serta diselesaikan, termasuk urusan permohonan sertifikat tanah makam yang belum tuntas. Untuk itu maka berkas surat-surat tersebut di pelajari dengan seksama dan pada 11 Agustus 1985 bersama Sama Sudaryono, Kartono mulai melacak ke kantor Agraria Tegal dan diperoleh penjelasan jika berkas permohonan telah dikirim ke Agraria Semarang. Disarankan agar GKJ Balapulang jika ingin mempercepat bisa saja mengusutnya di Semarang / Agraria Propinsi. Untuk itu pada 9 April 1986, Kartono ke Agraria Propinsi bersama ibu Hadisoeprapto dan memperoleh jawaban lebih kongkrit bahwa berkas permohonan tanah makam Kristen Balapulang tengah dipelajari. Beberapa kekurangan persyaratan telah dicukupi dengan koordinasi bersama Agraria Kab. Tegal. Seluruh proses ditindak lanjuti. Dan Puji Tuhan dengan melalui jalan yang berliku-liku dan cukup meletihkan, pada Tanggal 7 September 1986 petugas Agraria Tegal ( Sdr. Taryono) datang kerumah Kartono nmenyerahkan sertifikat ,tanah makam Kristen Balapulang. Puji syukur Allah telah mengabulkan jemaat GKJ Klp. Balapulang untuk memiliki tanah makamnya sendiri. Meskipun status sertifikat adalah HP (Hak Pakai), namun disitu tercantum: Hak Pakai selama dipergunakan untuk makam Kristen. Jadi segenap jemaat warga pasamuan Balapulang merasa amat lega.

Kegiatan kegerejaan selama tahun 1985 berjalan lancar. Meski jemaat jumlahnya relatif kecil serta pada tahun tersebut baru saja ditinggal pak Hadi (sesepuh gereja) namun dengan niat Bersaksi dan Melayani secara tulus, setiap permasalahian dapat ditangani dengan baik. Program-program pembangunan tahap demi tahap juga terlaksana dengan lancar. Pembangunan sementara berhenti untuk bersitirahat memang sudah biasa. Disamping seluruh potensi memerlukan kesempatan mengatur strategi lanjutan bagi usaha pencaharian dana berikutnya. Oleh karena, jemaat Balapulang menyadari akan potensinya yang kecil. Sehingga pembangunan sedikit "kembang-kempis" (ada dana jalan, dana habis berhenti) pun tetap dijalankan. Pertanda Tunan memberkati jemaat kecil yang berkeinginan tinggi untuk memiliki gereja sendiri itu bisa dinyatakan lewat berkat Tuhan melalui bermacam anugerah. Lewat korespondensi (permohonan dana langsung atau sistim Pembinaan Hubungan Baik), lewat donatur, lewat Kartu Kuning (bulanan / mingguan / mirunggan) ,lewat usaha jual beli / jasa dan Paling nyata adalah orang- orang yang dikirimkan Tuhan untuk sponsorship membartu fisik maupun ma¬terial sebagaimana melewatkannya pejabat / karyawan yang dimutasikan di Perhutani KPH Balapulang. Sejak pak Tangsing selaku pemrakarsa pembangunan hadir di Balapulang, Tuhan selalu menghadirkan pengganti-penggantinya. Begitu pak Darmadi pergi, terganti pak Tangsing, pak Wibowo, pak Anggen. Setiap kehadiran pejabat Perhutani selalu berhasil merampungkan tahapan pembangunan. Sewaktu pak Anggen dan pak Bowo berhasil menyelesaikan tahapan tembok dinding gereja, hadir pula pak Ir. Amin Herusatoto (KBB baru ganti pak Anggen) dengan proses yang unik dan indah. Sebenarnya yang Kristen adalah bu Amin, yang menjadi warga jemaat GKJ Kip. Balapu¬lang. Tetapi disamping isterinya (bu Setyorini Amin HS) menjadi warga jemaat, pak Amin sendiri kalau tugas di Unit I Semarang sering diberi "pesan" oleh pak Tangsing yang saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala Perhutani Unit I Semarang. Akhirnya pak Amin pun menjadi terdorong membantu sedemikian rupa tahap-tahap pembangunan gereja Balapulang. Tercatat selama pak Amin menjabat di Balapulang, tahapan pembangunan yang banyak dibantu adalah: menutup atap / menyambung antara ruang penekun / SM ke gereja induk , teralis kawat dengan pemantapan pintu pagar halaman sistim tarik - dorong yang fondasinya dtkerjakan mulai 21 September 1986. Guna memberi kesempatan kepada Wagimin yang telah beberapa waktu lamanya menjalani masa-masa istirahat dan telah mengikuti acara pengakuan dosa, tanggal 1 Juni 1986 diadakan angket pemilihan dan berhasil terpilih. Peneguhan sebagai majelis/Penatua dilaksanakan pada tanggal 20 Juli 1986 oleh Pdt. S.Wirjosoemarto. Untuk CK.Kartono mengingat menjadi majelis Diaken sejak 9 Agustus 1979 nyaris enam periode jabatan kemajelisan, mengajukan surat permohonan lereh sementara dari kemajelisan dan disetujui pada tanggal 17 Oktober 1986. Di tahun 1986 itu juga gereja Balapulang berhasil melakukan sakramen baptis atas: Sdr. Iman Hadi Santoso (putra sdr. Wagimin/ Sidi), Baptis dewasa: Sdri. Woro Sumaeni (Isteri Sdr. Iman Hadi Santoso/Baptis dewasa), Sdr. Emanuel Bambang Nugroho (anak sdr. Iman Hadi Santoso/Baptis anak) tepatnya tanggal 16 Pebruari 1986. ***


ANGIN SEJUK GENERASI BARU

Sejak 1986 dan 1987 dan seterusnya, beberapa penempatan guru-guru setingkat SLTP maupun SLTA dari wilayah timur di daerah Balapulang dan sekitarnya diantaranya menghadirkan guru-guru beragama Kristen. Terdahulu yang telah menjadi jemaat kelompok Balapulang adalah Dra. Tatik Setyawati. Domisili keseharian di desa Banjaranyar, mendekati tempat mengajarnya di SMA Negeri 1 Balapulang di Banjaranyar. Datang pula Drs. Tri Agus Santoso, guru SMPN 2 Balapulang di Kaligimber, bersama isterinya Kuswahyuni yang juga guru SMPN 1 Balapulang. Kehadiran guru-guru yang berlatarbelakangkan pendidikan sarjana sebagai jemaat Balapulang menghembuskan angin baru, setelah sebelumnya telah datang Drs. Sunarto (dari Sragen) sebagai guru SMA 2 Slawi. Selama kekosongan Ketua Panitia Pembangunan gereja, dia sempat mengisi Ketua. Tetapi dalam pertengahan 1986, Drs.Sunarto dan keluarga mutasi balik ke kampung halamannya di Sragen. Periode setelah 1987 juga datang guru SMP 2 dari wilayah Surakarta yakni Okvi Tri Hayanti, yang sesuai perkembangan waktu, yang bersangkutan menikah dengan Sdr. Iman Hadi Kristanto (putra Sdr. Wagimin) dan menetap di desa Kaliwungu, Kecamatan Balapulang. Kehadiran mereka semua kian menambah jumlah jemaat berkisar antara 15 hingga 38 orang. Jumlah ini bertambah lagi diawal-awal 1993 sewaktu datang pula Drs. Sunarna, guru SMA Negeri 1 Balapulang berasal dari Boyolali. Mengingat Isteri dan Anak yang masih kecil di Jakarta, untuk sementara Drs.Sunarna juga kost di Banjaranyar mendekati tempat tugasnya. Kebetulan para pendatang baru hampir semuanya sudah sebagai warga GKJ diwilayah masing-masing sehingga pada tata ibadah di gereja yang baru cepat mampu menyesuaikan diri. Dalam periode perkembangan jemaat kian bertambah yang kebanyakan profesi pendidik ini, nampak Tuhan begitu indah dalam mengatur prosesi kondisi kejemaatan di GKJ Kelompok Balapulang. Pertama datang Pak Hadi, bergumul bersama teman seiman mendirikan persekutuan. Tuhan menyerahkan Kartono selaku pribumi untuk ditempa menjadi "kader" penerus dalam siklus perkembangan kejemaatan di kelompok Balapulang. Ternyata benar, guna memantapkan Kartono sebagai pencari relasi, Kartono ditempatkan di Perhutani Balapulang. Sehingga sewaktu Pejabat / Karyawan Perhutani Balapulang dimutasikan di Balapulang, dengan seksama Kartono menjadi jembatan mengalirnya Ibadah / Persekutuan mereka ke gereja Balapulang. Maka sewaktu pak Tangsing memprakarsai pembangunan gereja Balapulang, semuanya berjalan sistematis. Demikian pun sewaktu pak Hadi dipanggil Tuhan, semua posisi sudah menempat dan "berakar". Sehingga kepergian "Sang Pendiri" yang membuka belantara iman Balapulang tidak otomatis persekutuan menjadi bubar. Justeru sudah berurat-berakar semakin kokoh dan kuat. Persekutuan ini diberkati Tuhan dengan di anugerahkannya sebuah gedung gereja hasil dari doa dan jerih-payah mereka berusaha. Ketika gereja ini jadi dan diresmikan, dipindahkannya pak Tangsing dan kembali Kartono ditempa guna mencari relasi-relasi yang dapat melanjutkan pembangunan anatara lain dengan strgategi Pembinaan Hubungan Baik lewat koresponstensi maupun donatur langsung sehingga setelah peresmian penggunaan gereja dan pak Tangsing pergi, usaha tetap berjalan terus dan Tuhan juga memberikan "orang-orang baru" yang dapat dipakai guna membantu melanjutkan pembangunan. Sementara prosesi alih generasi pelan tapi pasti sedang Tuhan persiapkan. Hadirnya tenaga tenaga baru sejak Drs. Tri Agus Santoso, Drs. Sunarno, Dra.Tatik Setyawati serta dewasanya Iman Hadi Santoso, SPd ditambah dewasa-nya anak-anak jemaat yang sudah mulai siap menerima estafet kepemimpinan, telah menanti. Prosesi peralihan secara regeneratif jemaat gereja Kristen Jawa Slawi kelompok Balapulang memang tidak pernah ditandai dengan "meningkatnya jumlah jiwa jemaat secara menyolok. Sepanjang berdirinya persekutuan jemaat GKJ kelompok Balapulang sejak 1955 sampai dengan sedang ditulisnya sejarah ini pada bulan Juni 2007, Tuhan tidak pernah memberikan jemaat Balapulang lebih dari "55" orang/jiwa. Dari istilah "kelompok" sampai menjadi "pepanthan". Lalu apakah ini artinya bagi Tuhan? Benarkah Balapulang "pribumi" berpantang menjadi orang Kristen? Lalu benarkah hanya "Kartono" saja yang mewakili pribumi Balapulang yang kecuali Tarmidi dan Kusen yang terdahulu dipanggil Tu¬han guna serah terima dengan generasi baru angkatan Drs.Tri Agus Santoso cs? Apapun bisa terjadi dan mungkin terjadi jika memang Tuhan yang menghendaki. Grenetasi baru telah mulai bermunculan menghembuskan angin baru yang sejuk, seiring tahapan pembangunan yang semakin mendekati penyelesaian (siklus sketsa tahapan pembangunan gereja terlampir). ***



PATAH TUMBUH HILANG BERGANTI

Jangka sepuluh tahun sejak 1985 sampai 1995 banyak pemuka gereja GKJ Slawi yang memasuki masa- masa lansia. Mereka telah berenang dalam sejarah pengabdian dan pelayanan menggumuli kesetiaan masing-masing terhadap Kristus. Meski ada juga sebagian yang luntur ditengah jalan, seperti contoh salah seorang warga jemaat kelompok Jatibarang (mantri kesehatan) di bulan Januari 1981 menyatakan diri keluar dari agama Kristen. Namun jauh lebih banyak pengikut Kristus yang loyalitasnya tak bisa ditawar, mereka tetap tegar sarnpai Tuhan "memanggil"nya.

Pada 17 September 1987, sesepuh gereja Prupuk sdr. Wadjad memenuhi panggilan Tuhan, menyusul kepergian pak Hadi pada Pebruari 1985. Guna menyiapkan rencana-rencana kerja pembangunan tahapan berikutnya, pada 19 Pebruari 1988 CK.Kartono kembali diteguhkan menjadi majelis/Penatua untuk masa jabatan 1988-1990. Dan dalam rapat majelis GKJ Slawi yang dipimpin oleh Pdt. Konsulen Budi Mardono bertempat di gereja Slawi, dibahas al. pentingnya dibentuk Seksi Perawatan Kematian sebagaimana Raga Rumanti yang ada di GKJ Tegal. Oleh karena itu perlu disusun konsep Anggaran Dasar/Rumah Tangga untuk dipelajari. Hasil kesepakatan sidang, Ketua Majelis (saat itu sdr. Singgih Purnomo) menunjuk CK.Kartono guna menyusun kon¬sep AD/ART Rukun Perawat Kematian. Konsep pun disusun. Lewat pembahasan beberapa kali dalam rapat majelis, tanggal 23 April 1999 Rukun Perawatan Kematian Gereja Kristen Jawa Slawi terbantuk dengan nama "Raga Rumanti" dan beranggotakan jemaat GKJ Slawi, Jati barang, Balapulang, Prupuk bahkan jemaat GPPS Margasari turut masuk didalamnya. Agar pemakaman tidak bermasalah dengan faktor lingkungan, ditunjuk makam-makam umum yang bersifat netral (bukan wakaf dll) disamping (sudah jelas) makam Kriaten Balapulang.

Pada tanggal 4 Desember 1992, seorang mahasiswa Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta bernama Sugeng Prihadi yang dicalonkan menjadi Pendeta gereja Krigten Jawa Slawi mulai datang memenuhi panggilan guna menjalani masa orientasi, dan di Balapulang bertempat di rumah ibu Ichsan Reksohadiatmodjo. Untuk kesediaan datang s^ja, majelis/jemaat GKJ Slawi penuh rasa suka cita. Karena sudah begitu cukup lama sejak emiritusnya Pdt. S.Wirjosoemarto, pandangan menunjuk pendeta baru mulai sdr. Andreas Untung Wiyono, sdr. Sudarmanto, masing-masing selalu gagal. Calon Pdt.Sugeng Prihadi menjalani orientasinya di GKJ Slawi beserta pepanthannya al. pada 27 Desember 1992 menyelenggarakan kebaktian Padang bagi para remaja GKJ Tegal dan GKJ Slawi bersama pepanthannya dengan mengambil tempat di areal hutan Perhutani KPH Balapulang. GKJ Slawi juga amat bersyukur, karena pada tanggal 7 Pebruari 1993 calon Pdt.Sugeng Prihadi menyatakan kesediaannya untuk ditahbiskan menjadi Pendeta Gereja Kristen Jawa Slawi.

Tanggal 11 April 1993 Tim Kespel GKJ Eben Haezer Jakarta dipimpin Ibu Sunarto berdialoog dengan majelis Balapulang menyangkut rencana acara Kunjungan Kasih GKJ Eben Haezer Jakarta ke Pepanthan Balapulang. Tentu saja wacana tersebut disambut baik oleh majelis Balapulang. Akhirnya tanggal 9 Mei 1993 terlaksana dan kotbah di Pepanthan Balapulang disampaikan oleh Pdt.Djoko Sulistyo dari GKJ Eben Haezer Jakar¬ta sekaligus diselenggarakannya acara Kunjungan Kasih dari Kespel GKJ Eben Haezer ke GKJ Slawi pepanthan Balapulang. Sebenarnya acara sudah dimulai sejak kemarin sore, Sabtu 8 Mei 1993 dalam bentuk saresehan didampingi masing-masing Pendeta yaitu antara Pdt.Djoko Sulistyo,S.Th dan Vikaris/calon Pendeta GKJ Slawi Sugeng Prihadi,S.Th. Selepas ibadah minggu dilaksanakan demo memasak oleh ibu-ibu Wanita Jemaat GKJ Eben Haezer dengan Wanita Jemaat GKJ Slawi bertempat di gereja Balapulang. Sebelum perpisahan, rombongan dari Tim Kespel GKJ Eben Haezer berkenan memberikan ungkapan kasih berupa sejumlah uang, sarana gereja/wireless serta buku-buku bacaan. Pada saat acara kunjungan kasih dimulai, telah disampaikan sambutan/kulonuwun dari Pdt. Djoko Sulistyo selaku pimpinan rombongan serta sambutan penerimaan oleh Tua-tua CK.Kartono,mewakili majelis GKJ Slawi Pepanthan Balapulang selaku Tuan rumah. Tgl.30-5-1993 CK.Kartono bersama majelis Prupuk Suyanto berangkat ke Sragen guna mengikuti pertemuan Mitayani dalam bentuk Loka Karya bertempat di GKJ Sukawati Sragen, loka Karya ini kembali ditindak lanjuti dengan penyusunan Program Kerja Mitayani yang berlangsung selama 3 hari yaitu tanggal 29 - 31 Agustus 1993 di Jakarta / Wisma Nusantara. Dari GKJ Slawi berangkat CK.Kartono selaku KDS Mitayani Slawi.

Pada tanggal 4 Desember 1993 telah berlangsung saat membahagia-kan terkait dengan berlangsungnya pertunangan antara vikaris/caIon Pendeta Sugeng Prihadi dengan sdri. Dra. Noviana Pujianti putra keluarga Sdr. Budiman Siswandi / Majelis / Bendahara bertempat dirumahnya di Pangkah.

Selanjutnya bersamaan dengan penyelenggaraan Sidang Klasis Tegal yang berlangsung tanggal 15-17 Pebruari 1994 bertempat di Wisma Kinasih Caringin/Bogor, diadakan pula ujian pendeta atas diri: Sdr. Sugeng Prihadi,S.Th dan Sdri. Neni Suprihartati,S.Th. Utusan dari Slawi. Sugiharto M, K.Suparto (masing-masing Primus),CK.Kartono dan L.Agus Supranto (secundus), Drs.Tri Agus Santoso dan Drs.Sunarno (masing-masing Peninjau). Sdr. Sugeng Prihadi dan Sdri. Neni Suprihartati masing-masing dinyatakan LULUS.

Menanti saat-saat bersejarah ditahbiskannya calon Pendeta GKJ Slawi, Sugeng Prihadi, S.Th, saat duka kembali muncul dengan dipanggilnya sesepuh/Tua-tua Majelis GKJ Pepanthan Jatibarang Bpk.Istiyar Driopranoto pada tanggal 27 Pebruari 1994 menghadap kepangkuan Allah Bapa di Surga. Jenazah dimakamkan di makam Jatibarang.

Setelah menunggu + 6 tahun lamanya Jemaat GKJ Slawi atas kehadiran pendeta barunya, Tuhan akhirnya mengakhiri masa penantian itu dengan diselenggarakan saat bersejarah acara Penahbisan Pendeta Gereja Kristen Jawa Slawi atas diri sdr. Daniel Petrus Sugeng Prihadi, S.Th pada tanggal 25 Mei 1994 mengambil tempat di Gedung KORPRI Slawi. Dihadiri Pendeta se Klasis Tegal , BKSG Kabupaten Tegal serta segenap warga jemaat GKJ Slawi lengkap pepanthannya, disamping undangan formalitas lainnya. Penahbisan ini berarti mencairkan kebekuan jemaat Slawi yang selama ini dalam masa- masa penantian. Namun disamping pendeta baru telah siap menjalani tugasnya, kadangkala pendeta emiritus (Mbah Wirjosoemarto) juga masih memberikan petunjuk serta beberapa hal yang perlu diketahui pendeta baru. Beberapa hal lainnya bahkan masih dipercayakan pada pendeta emeritus.
Setelah beberapa waktu lamanya Drs. Sunarno menjadi jemaat GKJ Slawi pepanthan Balapulang dan merasa latar belakang pekerjaannya sebagai guru SMA Negeri Balapulang kian mapan, tanggal 24 Juli 1994 GKJ Plaur , Boyolali Klasis Kartosuro menyerahkan surat penyerahan atas diri Drs. Sunarno untuk menjadi anggota jemaat GKJ Slawi pe¬panthan Balapulang secara resmi. Secara kekeluargaan masih belum pindah ke Balapulang, mengingat isteri/anak masih tinggal di Jakarta.

Kedudukan Sdr. Sugeng Prihadi, S.Th. sebagai Pendeta GKJ Slawi semakin bertambah mantap ketika di bulan Agustus 1994 beliau menenikah dengan gadis pujaannya yakni sdri. Dra. Noviana Pujianti. Pernikahan dengan "Wong Tegal" menjadikan perpaduan yang serasi antara wilayah wetan/Yogyakarta dan kulon/Tegal dengan kesimpulan akhir berupa harapan, bahwa Sugeng Priadi sebagai Pendeta baru diwilayah Tegal/Slawi , hati, jiwa serta hidupnya menjadi terikat erat dan semakin betah diwilayah kerjanya, lahan pengabdian serta pelayanan diibaratkan menjadi bumi serta kampung halaman sendiri. Keserasian hidup berumah tangga, seperti juga keserasian proses mengabdi serta melayani seakan dari semua dan yang banyak menjadi lebur dalam satu jiwa.

Ya - itulah Tuhan, Maha Kuasa dan Maha Kasih. Segala ada dalam genggamanNya, dalam kuasaNya, dalam rencanaNya. Mungkin dilihat oleh Tuhan, bahwa Slawi dan wilayahnya sudah dianggap "baik" (sudah ada ganti pendetanya, sudah menikah pula) maka pada tanggal 4 April 1995 Tuhan panggil Pendeta (emiritus) S.Wirjosoeiiarto menghadap keharibaanNya. Kini tak ada mbah Wir, seorang pendeta tua yang senantiasa "hadir lebih dulu" mendahului yang lain dalam tiap pertemuan/kegiatan. Pendeta tua yang tetap setia pada disiplin. "Orang Tua" yang kalau menengok keluarganya di Purbalingga masih sempat pakai kendaraan roda duanya tanpa jaket. Dialah pendahulu sewaktu wilayah persekutuan Slawi dan sekitarnya masih dalam kondisi masa-masa sulit. Sekarang telah dipanggil menghap-Nya.

Duka ditinggal mbah Wir rasanya tidak perlu berkepanjangan. GKJ Slawi harus segera berbenah. Realitas pelayanan tetap berjalan terus seiring kiprah pelayanan yang kian meningkat. Guna mengakrabkan gereja dan jemaat Klasis Wilayah Timur (Gereja-gereja Klasis Tegal tanpa GKJ Jakarta) tanggal 23-24 Juni 1995 mengadakan Porseni mempertandingkan jenis-jenis raga bola volly putra dan putri, tenis meja putra dan putri serta paduan suara. Juara Umum/juara I GKJ Tegal.

Setelah melalui masa pemilihan, tanggal 23 Juli 1995 Drs.Sunarno diteguhkan menjadi majelis dengan kedudukan sebagai Tua-tua GKJ Slawi pepanthan Balapulang, Peneguhan oleh Pdt.Sugeng Prihadi sekaligus ibadah siang itu meresmikan penggunaan buku nyanyian pujian Kidung Jemaat (KJ) yang baru. Tanggal 6 Agustus 1995 seusai ibadah minggu, diadakan acara syukuran atas selesainya pembangunan ruang penekun yang telah dikerjakan sejak 26 Juni 1995. Dan tanggal 14 Desember 1995 anak ke dua sdr. Sama Sudaryono menjalani baptis sidi atas diri sdri, Elizabet Wijaya Prihandani dilayani oleh Pdt. Sugeng Prihadi,S.Th.

Pertemuan pengurus Rukun Kematian Raga Rumanti diselenggarakan di gedung gereja Kriaten Jawa pepanthan Balapulang. Hadir pengurus dari Slawi, Jatibarang, Prupuk dan GPPS Margasari. Al.Membahas tentang: Penggiatan iuran sebanyak Rp 300,-/ keluarga/KK serta penentuan Uang Duka sebesar Rp 30.000,-/Anak dan Rp 50„000,-/Dewasa Pertemuan dilaksanakan pada 31 Januari 1996.

Pada tanggal 9 Mei 1996, Badan Kerja Sama antar Gereja se Kabupaten Tegal (BKSG-) juga mengadakan rapatnya dengan mengambil tempat di GKJ Balapulang. Hadir segenap pendeta gereja-gereja se Kabupaten Tegal. Pimpinan BKSG adalah Pdt. Sugeng Prihadi S.Th. dari GKJ Slawi.

Puji Tuhan, bapak serta ibu Ir.Tangsing Soetjipto (yang terakhir bertugas di Jakarta) hadir meninjau gedung GKJ Klp. Balapulang, dalam rangka akan dimulainya rehab teras depan gereja Balapulang. Beliau berkenan memberikan sekedar bantuan pembangunan sebanyak Rp 2.000.000,- Dan pada tanggal 11 September 1995 rehab teras depan ge reja dimulai. Kecuali dana dari swadaya jemaat maupun para donatur, material bangunan (semen, kayu, genting dll) banyak dibantu oleh Ir.Amin Herusatoto (Asper/KBB Perhutani Balapulang) suami ibu Agustin Setyorini Amin HS, jemaat GKJ pepanthan Balapulang,, Mengingat pengkaderan kemajelisan juga dipandang amat perlu guna memperhatikan faktor "pendidikan" bagi generasi mudanya, setelah tiga periode CK.Kartono duduk dikemajelisan (1988), CK.Kartono kembali mengajukan lereh dan dalam forum rapat maejelis disetujui. Dan pada 2 Pebruari 1997, GKJ pepanthan Balapulang juga ditempati praktek calon Pendeta wanita bernama sdri. Krisna Murti. Guna menambah majelis serta CK.Kartono yang lereh, kembali diada¬kan pemilihan dan terpilih sdr. Yason Isnugroho. Peneguhan sebagai majelis dilaksanakan pada 1 Juni 1997 oleh Pdt. Sugeng Prihadi S.Th. Setelah berdirinya bangunan ruang penekun yang akhirnya ru¬ang Sekolah Minggu serta bangunan sarana Kamar Mandi,WC dan gudang, nampak komplek sarana/prasarana ini semakin dekat dengan bangunan gereja induk. Namun masih ada jarak 7,15 m terbuka/belum tertutup, ternyata dibawahnya dapat diwujudkan sebuah ruang yang cukup memadai sebagai bangsal/ruang serba guna seluas 7,15cm X 5m. Dengan demikian komplek bangunan sarana/prasarana dibelakang te¬lah menyambung dengan gereja induknya. Terpujilah Tuhan Yesus, karena kekhawatiran semula dengan kepergiannya pak Tangsing tentu sangat berpengaruh bagi kelancaran pembangunan. Tetapi ternyata kekhawatiran itu berhasil ditepis ketika Tuhan nyaris selalu mengirim "orang-orangnya" guna membantu pembangunan,, Disamping pak Tangsing sendiri sejalan dengan kedudukan kerjanya yang selalu pindah dari Purwodadi, Randublatung, Surabaya, Salatiga, dan terakhir di Manggala Wanabakti Jakarta beliau senantiasa tidak melupakan Balapulang dan selalu memberikan "sembur" dan "wuwurnya”. Demikianpun rekan-rekan mantan jemaat Balapulang yang berada dikota-kota besar, meski jauh, rata-rata mereka masih ingat gerejanya di Balapulang. Jika ada rejeki mereka juga tak segan mengirim baik berupa ungkapan syukur, persembahan istimewa, untuk pembangunan dll. Sebagaimana pada tanggal 26 Oktober 1997, saudara seiman di Jakarta mengirim seperangkat alat perjamuan Kudus berupa sloki-sloki lengkap wadah / tutupnya. Ada ,juga satu saat mengirim buku-buku pustaka, terrnasuk buku-buku kidung Pujian, KJ) dll. Sewaktu hastl rapat majelis memutuskan jika pengederan kantong kolekte mingguan tidak lagi 4 (G,D,PI dan M) namun diubah menjadi 2, jemaat menyetujui. Ketentuan itu sudah mulai dilaksarakan sejak 27 Juli 1997 dengan pengertian; 2 tidak mengurangi isi, melainkan lebih praktis. Sarana-sarana gerejapun selalu digenapi apa yang belum dan dianggap mendukung proses peribadahan seperti tanda mulai ibadah, organ pengiring pujian dll. Bahkan organ sederhana telah tercukupi sejak 21 April 1996. Mengingat cukup banyaknya kesulitan saudara-saudara seiman dalam mencari peti jenazah sewaktu ada jemaat yang dipanggil Tuhan, maka sejak 4 Desember 1997 Rukun Kematian Raga Rumanti telah menyediakan peti-peti Jenazah, Ternyata penyediann peti ini cukup membantu dan cukup banyak melayani baik untuk setempat, Slawi, Moga, Brebes/Tanjung, Jatibarang.

Dari hasil Sidang Klasis Tegal yang berlangsung tanggal 10-11 Pebruari 1998 di GKJ Tanjung Priok ada sinyalemen pembahasan al. bahwa gereja-gereja Kristen Jawa wilayah barat (Jakarta dan sekitarnya) akan membiak, sehingga dirancang tahun depan (1999) Klasis Tegal akan lebur menjadi Klasis Pekalongan Barat. Sementara gereja-gereja Kristen Jawa wilayah barat menjadi Klasis Jakarta Timur dan Jakarta Barat.

Tanggal 20 September 1998 pelerehan sdr. Drs.Tri Agus Santoso se¬bagai majelis GKJ Pepanthan Balapulang mengingat telah 3 tahun majelis/Tua-tua. Bersamaan dengan acara ini diteguhkan sdr. Supriyanto sebagai penggantinya.

Dalam rangka menggalang kebersamaan di sector perekonomian jemaat, Klasis mencoba membahas masalah tersebut dengan media pertemuan Pembentukan Pra Koperasi bertempat di GKJ Slawi pepanthan Balapulang. Namun dari pertemuan belum berhasil menyatukan titik temu guna solusi terbentuknya pra koperasi dimasing - masing gereja.

Pada akhirnya momentum membiaknya gereja-gereja Kristen Jawa Klasis Tegal menjadi Klasis Pekalongan Barat berhasil disepakati dalam forum Sidang Klasis yang mengambil tempat di GKJ Tegal pada tanggal 2-3 Pebruari 1999, sesuai kesepakatan yang telah digariskan pada Sidang Klasis pada tahun 1998 di GKJ Tanjung Priuk. Dengan posisi klasis baru, Klasis Pekalongan Barat beranggotakan 6 gereja yang terdiri dari: G-KJ Tegal, GKJ Pemalang, GKJ Moga, GKJ Slawi dan penambahan dua pepanthan GKJ Tegal yang sudah mulai dewasa yakni GKJ Brebes dan GKJ Mejasem. Mengenai gereja-gereja wilayah barat / Jakarta yang lepas dari GKJ Tegal, mereka mengembangkan diri menjadi klasis baru, yakni Klasis Jakarta Timur dan Klasis Jakarta Barat. Bahkan Gereja-geroja Kristen Jawa wilayah barat ini perkembangannya begitu cepat sehingga penambahan klasis-klasis baru diwaktu mendatang tak akan sulit terjadi.

Perkembangan jemaat usia lanjut (lansia) di GKJ Slawi memang memperoleh perhatian yang seksama dari gereja. Mereka terkordinasi dalam wadah Adi Yuswa dan kegiatannya juga nampak lewat PA, doa pagi, beston, jalan pagi / senam lansia dll. Guna menggalang kebersamaan, pada tanggal 8 April 1999 klasis menyelenggarakan acara Perayaan Paskah Adi Yuswa di Gereja Kristen Jawa Pemalang.

Sejak dipanggil Tuhan Pdt. (Alm.) S .Wirjosoemarto, prosesi pelaya nan nikah warga Kristiani di GKJ Slawi sementara kosong. Jika ada jemaat yang menikah, gereja hanya melaksanakan acara pemberkatan nikah. Sedangkan secara administratif penandatanganan akte nikah catatan sipil rnasih dilakukan oleh petugas Catatan Sipil. Puji Tuhan, di bulan April 1999, pemerintah lewat institusi Kantor Dinas Catatan Sipil Kabupaten Tegal telah mengeluarkan Surat Keputusan Petugas Catatan Sipil (Pencatat Surat Akte Nikah) untuk warga Kristen atas diri Pdt. Sugeng Prihadi,S.Th. Dengan demikian diwaktu-waktu mendatang, setiap warga GKJ yang menikah sudah langsung diberkati maupun tanda-tangan akte nikah Catatan Sipil oleh petugas yang sama, yakni Pendeta Sugeng Prihadi, S.Th.

Grafik kewargargaan di pepanthan Balapulang kembali menurun ketika tanggal 12 September 1999 dua keluarga jemaat pindah, masing-masing: Sdr.Supriyanto sekeluarga pindah ke Surakarta. Sdr. Parmosuwito keluarga pindah ke Tegal. Fenomena gereja kecil/penanthan,jika pindah 2 KK saja, amat cepat terasa kekurangannya. Demikian pula ketika tambah 2 KK saja, begitu terasa semarak adanya. Oleh sebab kepindahan tersebut Sdr. Supriyanto lereh sebagai majelis dan pada tanggal 26 September 1999 CK. Kartono diteguhkan kembali sebagai majelis GKJ Slawi pepanthan Balapulang dengan kedudukan sebagai Tua-tua untuk periode 1999 -2001.

Sidang Klasis Pekalongan Barat yang pertama pada tanggal 28-29 Januari 2000 bertempat di GKJ Brebes. Utusan dari Slawi: Pdt. Sugeng Prihadi, S.Th. (primus) ,CK. Kartono (primus), Salu Panggalo, SH ( scundus ), Drs. Teguh Trimulyo (scundus), Wiyono (peninjau). Ir.Tangsing Soetjipto menyarankan lewat surat dari Jakarta agar diadakan rehab gedung gereja, khususnya kondisi krepus atas dan eternit yang telah rnulai tua/bocor. Tanggal 12 – 3 – 2000 Panitia Pembangunan Gereja kembali mengirimkan surat-surat permohonan dana kepada para donatur dan gereja-gereja seiman, bahkan melalui keluarga Ir. Ki Pramono Hadiatmodjo Jakarta, sdr. seiman Turangan / keluarga telah menitipkan bantuan sebesar Rp 800.0000,-

Sebagai tanda persahabatan / keakraban remaja seiman, tanggal 12 Maret 2000, pemuda/remaja Balapulang telah menerima kunjungan rombongan remaja Gereja GKJ Mejasem sekaligus sebagai momentum Ulang Tahun Remaja GKJ Mejasem. Mereka diterima kelompok remaja Balapulang, didampingi para majelis/jemaat Balapulang.

Secara tidak terduga Ir,Tangsing Soetjipto hadir di GKJ Balapulang bersama putranya (Mas Anto). Beliau mau pulang dari Jakarta menuju Jogyakarta dan mampir guna menjenguk gereja Balapulang awal Juni 2000 „ Padahal akhir April 2000, beliau baru mengirim uang bantuan sebesar Rp1 . 750.000,- sebagai modal rehab. Ditambah bantuan dari beberapa donatur sebanyak Rp 550.000, yang tersimpan di BII Tegal jumlah modal sudah tersedia Rp 2.300.000,-Sebelum pergi/kondur "Bapak Pemrakarsa" Pembangunan Gereja Bala¬pulang itu memberikan banyak saran/nasihat kepada CK.Kartono dan bu Amin yang saat itu ikut menemui, Beliau tidak dapat bertemu jemaat, mengingat kehadirannya bertepatan jam kerja dan pak Tangsing menemui Kartono di kantor Perhutani Balapulang.

Sambil menunggu berkat berupa bantuan susulan dari para donatur, rehab gereja dimulai pada 13 September 2000 dengan sasaran perbaikan krepus atas, kuda-kuda, eternit maupun penggantian lain - lain yang berskala prioritas. Beruntung Tuhan masih menempatkan Pak Amin di Balapulang sehingga kekurangan selalu dapat tercukupi. Dalam kondisi rehab bangunan gereja, majelis hanya 2 orarg yakni Drs. Sunarno dan CK. Kartono. Maka diperlukan tambahan maje¬lis baru yakni pada 13 Agustus 2000 Pdt. Sugeng Prihadi,S.Th te¬lah meneguhkan sdr. Iman Hadi Santoso, S.Pd dengan kedudukan se¬bagai Diaken. Berikutnya tanggal 11 September 2000 menyusul Drs. Tri Agus Santoso kembali diteguhkan sebagai majelis GKJ Slawi pepanthan Balapulang dengan jabatan .Tua-tua. Dengan penambahan itu pepanthan Balapulang memiliki 4 orang majelis.
Sebagi wujud kesetiaan pada Tuhan Yesus telah dilaksanakan Babtis atas diri:
1. Kristina Dwi Oktaviani (anak ke 2 keluarga Iman Hadi Kristanto)
2. Oki Ayu Saputri (anak ke 2 keluarga sdr.Santoso / Dra.Tatik Setyawati)
3. Eka Wahyu Prakoso (anak pertama keluarga sdr. Bambang Wahyudi/ Luh Puji Utami)
Baptis anak dilayani oleh Pdt.Sugeng Prihadi,S.Th.
Tanggal 6-7 Pebruari 2001 pelaksanaan Sidang: Klasis Gereja-gereja Klasis Pekalongan Barat ke II bertempat di GKJ Moga Utusan dari pepanthan Balapulang ditunjuk Drs. Tri Agus Santoso dan CK. Kartono.

Program Healing Ministry (pengobatan gratis) yang diselengaarakan GKJ Induk Slawi bagi pepanthan-pepanthannya. Tanggal 1 April 2001 bertempat di pepanthan Balapulang diikuti jemaat Balapulang yang memerlukan. Pelayan kesehatan sdr. Hartoyo dan ibu Slamet Sutrisno, dilaksanakan seusai ibadah minggu.

Penyelenggaraan Perayaan Paskah Tahun 2001 GKJ Slawi bertempat di pepanthan Balapulang, dengan mengambil tempat dalam kawasan hutan KPH Bala¬pulang dan diikuti oleh anak-anak Sekolah Minggu Slawi, Balapulang,Prupuk. Malam hari sebelumnya diadakan malam refleksi Paskah GKJ Slawi dan pepanthan bertempat di komplek gereja Balapulang.
Tanggal 8 Juli 2001 kembali 2 KK warga jemaat Balapulang pamitan pindah:
1. Ibu Agustin Setyorini Amin HS/keluanga (pindah ke Cepu)
2. Ibu Sandiman/keluarga (pindah Purwodadi)

Mungkin Tuhan sudah melihat jika tahap demi tahap pembangunan atas gereja Balapulang sudah mulai mendekati penyelesaian, sehingga untuk periode ini, pak Amin yang sudah memberikan banyak bantuan pembangunan (dengan istilah gereja = dipakai oleh Tuhan) maka giliran dipindahkan ke tempat lain. Akankah Tuhan masih sedia mengirim "orang-orang"Nya guna menuntaskan tahapan pembangunan? Pasti, Tuhan-lah yang kuasa menjawabNya.

Setelah melewati 2 periode jabatan majelis (sejak 1995) Drs. Sunarno mengajukan lereh dan disetujui pelerehannya pada 14 Oktober 2001. Posisi majelis kembali menjadi 3 orang.

Kebaktian Jumat Agung tahun 2003 dilaksanakan secara patunggilan bertempat di GKJ Induk Slawi, bergabung dengan pepanthan Balapulang, Prupuk dan Slawi pada tanggal 31 Maret 2002. Sementara itu tanggal 16 Juni 2002 kebaktian minggu di pepanthan Balapulang di_ layani oleh sdr. Trombin Naftalius, mahasiswa praktek dari Universitas Kristen Duta Wacana Jogyakarta yang tengah melaksanakan praktek kerja lapangan di GKJ Slawi. Tanggal 6 Juli 2002 ybs.gi¬liran praktek bertempat dirumah jemaat pepanthan Balapulang. Sa-tu yang menggembirakan adalah pindahnya isteri Drs.Sunarno yang pindah dari Jakarta 12 Juli 2002 dan dengan demikian Drs. Sunarno tidak pulang pergi lagi Balapulang - Jakarta PP tiap hari Sabtu, karena keluarga yang dijenguk sudah di Balapulang. ***



SELAMAT JALAN BAPAK PEMRAKARSA

Allah telah begitu baik mengatur sirkulasi kehidupan sebagai siklus yang berimbang: ada terang ada gelap, ada panas ada dingin, pahit dan manis, suka dan duka. Ada pertemuan ada perpisahan dan Tuhan Allah telah menyatukan umat manusia dalam satu persekutuan orang-orang yang percaya pada Tuhan Yesus menjadi saudara seiman. Sebagaimana pak Hadisoeprapto datang di Balapulang dengan isteri, beliau hanya mengenal orang Balapulang sebagai teman sekampung. Justeru karena merasa terpanggil sebagai saksi Kristus, ia mencari dan mewartakan berita keselamatan itu dilingkungan sekitarnya. Mereka terpanggil untuk ikut percaya atau tidak, itu urusan Tu¬han. Yang penting dia sudah mewartakan, Kesadaran itu tumbuh dan itu adalah bagian dari kehendak Allah. Apapun atas keuletannya, dari lahan tandus itu mulai terpanggil orang-orang yang menjadi sekutunya, yang datang dan bercerai-berai itu mulai menyatu dan seberapapun jumlahnya akhirnya berdirilah jemaat Tuhan di Balapu lang. Di lahan tandus itu, akhirnya bisa saja berdiri rumah Tuhan, setelah dijalani proses kolaborasi yang unik. Dengan begitu indahnya Tuhan menolong jemaat Allah di Balapulang yang masih lemah itu untuk membuat gerejanya. Tuhan mengirimkan "orang-orang-Nya" yang terpercaya guna mandegani pembangunan, termasuk pak Tangsing Soetjipto sekeluarga yang menjadi pionir bagi terlaksananya proses pembangunan. Meskipun sebelum gereja diresmikan pembangunannyapun pak Tangsing telah pindah ke kota lain, akan tetapi dimana pun keberadaan pak Tangsing, beliau selalu tak lepas dari tanggungjawabnya. Meskipun jauh, nasihatnya selalu datang, bantuannya tak pernah Iepas. Sayang sekali sebagaimana Musa yang tak berhasil masuk ke bumi Kanaan, pak Hadi yang tak sempat melihat peresmian, demikian pula pak Tangsing tak berhasil mengiring pembangunan gereja Balapulang hingga tuntas. Dengan tenang Tuhan memanggil anakNya yang terkasih untuk datang kepadaNya pada tanggal 2 Juli 2002 di rumahnya Pogung Baru G-30 Jogyakarta pada pk. 16.10 WIB. Berita yang mendadak itu menjadikan majelis/ jemaat GKJ pepanthan Balapulang yang kebanyakan pekerja itu tak sempat melayat/menghadiri pemakaman. Tetapi CK.Kartono yang hari itu bertugas di Kantor Perhutani Unit I Semarang, bertepatan dengan rombongan karyawan yang mau melayat ke Jogyakarta dengan bus. Setelah menyelesaikan tugasnya, CK.Kartono segera menyusul ke Jogya. Sayang sekali terlambat, jenazah pak Tangsing sudah dimakamkan di makam umum Terban Jogyakarta. Kunjungan resmi majelis jemaat GKJ Slawi pepanthan Balapulang baru bisa dilaksanakan pada tanggal 7 September 2002 langsung dirumah ibu Tangsing di Terban. Rombongan dipimpin CK. Kartono dan Ibu S. Hadi Soeprapto selaku sesepuh gereja. Bersama rombongan juga ikut wakil dari ibu-ibu PWK Perhutani Balapulang ibu Iman Sutrisno. Secara kasatmata GKJ pepanthan Balapulang berduka, kehilangan seorang "Bapak" yang selalu memperhatikan "keperluan" anaknya. Kita pasrah pada rencana Tuhan, yang pasti memiliki rancangan yang lebih indah. Walaupun kita tahu pak Tangsing pasti berkeinginan menyaksikan pembangunan gereja sampai tapis, tuntas, tetapi kita me nyadari kehendak Tuhan. Oleh sebab itu jika saat-saat terakhir tahapan pembangunan yang sempat dipandegani pak Tanssing adalah rehabilitasi krepus, eternit dan penggantian tegel abu-abu menjadi keramik, maka tinggal beberapa tahapan pembangunan yang masih tersisa yakni penutupan atap sebelah barat gereja untuk ruang serba-guna/garasi, serta paving block halaman gereja. Pastilah ditempat yang baru di Sorga, pak Tangsing tidak akan kecewa melihat dua tahapan pembangunan yang belum sempat dilihat/diselesaikan. Karena para penerusnya pun telah siap melanjutkan. Generasi muda Gereja Kristen Jawa Slawi pepanthan Balapulang pasti merasa bangga menda patkan penghargaan untnk menerima estafet pembangunan. Mereka sangat meyakini berkat Tuhan yang tercurah selama ini pasti tidak akan berhenti hanya karena pak Tangsing dipanggil. Berkat berlimpah ini pasti akan terus mengalir dan mengalir, sebagaimana iman dan kesetiaan mereka kepada Tuhan Yesus Kristus senantiasa tak kenal henti mengalir. Selamat jalan pak Tangsing, selamat jalan Bapak Pemrakarsa. Tuhan senantiasa ada bersama Bapak. Amin. ***



PENUTUP

Penulisan sejarah Gereja Kristen Jawa Slawi, khususnya pepanthan Balapulang sementara hanya Sampai tanggal 20-21 Pebruari 2003, saat dilangsungkannya Sidang Klasis IV Gereja-gereja Klasis Pekalongan Barat yang mengambil tempat di Hotel Kudus Slawi. lanjutan penulisan sejarah berikutnya pasti akan dilaksanakan sejalan dengan mengalirnya sejarah kehidupan bergereja dimana tugas-tugas yang disandang segenap anak-anak Tuhan untuk Bersekutu, Bersaksi dan melayani selalu berpijar. Karena, kasih Tuhan sebagai bagian dari sejarahpun tak kenal henti. Kasih Tuhan tak pernah istirahat. Kasih itu mengalir dan terus mengalir, menumbuhkembangkan sukacita dan damai sejahtera bagi semua, khususnya bagi orang-orang yang telah dipermandikan sebagai orang-orang percaya. ***

Slawi, 30 Juni 2007